Menanti Sebuah Keadilan — Tak terasa sudah tiba hari Selasa lagi. Hari yang selalu membuat pikiran dan perasaanku bercampur aduk. Sekilas mungkin orang tak mampu menangkap apa yang sebenarnya aku rasakan. Perasaan itu sengaja aku simpan dalam-dalam. Aku tak ingin berbagi kekalutan dan menebar keresahan berlebihan kepada orang lain.
Hari-hari belakangan ini terasa cukup berat. Bahkan lebih berat dibandingkan saat pertama kali peristiwa tragis yang merenggut nyawa kedua orang tuaku serta keponakanku terjadi. Peristiwa bulan Oktober 2015 lalu yang mengubah segalanya ! Tak cukup hanya terkejut dan menahan kepedihan hati. Tak bisa hanya berduka dan mengikhlaskan semua. Tak mungkin hanya menyusun kepingan hati yang hancur berantakan. Kami masih punya sederet tugas panjang yang harus diselesaikan.
Siang itu aku melangkahkan kaki menuju ke Pengadilan Negeri Medan. Tempat yang selama ini tak pernah ada dalam benakku untuk dikunjungi. Peritiwa tragis itu telah membawa kami sekeluarga ke dalam lingkaran proses hukum yang cukup panjang dan melelahkan. Kami tak berdaya. Kami hanya korban dari kejadian yang samasekali tidak kami inginkan.
Terbayang raut wajah papaku saat terakhir kali aku melihatnya malam itu. Aku tidak menangkap ada sesuatu yang berbeda. Semua terasa sama seperti setiap kali aku dan suamiku bertemu dengan papa di rumahnya. Ya Tuhan, aku masih sangat ingat ekspresi wajahnya ketika aku pamit untuk pulang. Bahkan suaranya masih terngiang jelas di telingaku. Setiap bayangan itu muncul di kepala, aku menangis. Sungguh aku merindukannya teramat sangat.
Aku tersadar seketika. Ragaku sedang berada di salah satu lorong di dalam Pengadilan Negeri. Tapi pikiranku melayang entah kemana. Aku mengamati satu persatu orang yang hilir mudik di depanku. Beberapa diantaranya berjalan tergopoh-gopoh. Lorong sempit itu terasa semakin sempit. Rasanya juga pengap. Di sisi kiri dan kanan terdapat beberapa ruang sidang yang luasnya berbeda-beda. Hampir semua terisi oleh persidangan yang sedang berlangsung. Ternyata seperti inilah hari-hari di tempat ini. Jauh dari nyaman samasekali.
Pada awal masa persidangan lalu, aku sempat melihat bagaimana para tahanan dari Kejaksaan Negeri yang turun dari mobil satu persatu dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang tak terlalu luas. Tahanan pria dan wanita dipisah. Jumlahnya ratusan. Sebanyak inikah pelaku kejahatan yang tengah menunggu untuk diadili? Dunia memang dipenuhi oleh orang-orang yang berbuat salah. Ini hanya sebagian kecil dari mereka yang berhasil ditangkap. Sisanya? Mungkin raib entah kemana.
Menunggu waktu persidangan merupakan hal yang tidak menyenangkan. Sulit bagi orang lain untuk membayangkan bagaimana setiap minggu kami sekeluarga harus menghadiri sidang demi sidang. Ya, persidangan berlangsung setiap hari Selasa ! Aku sendiri tak suka melakukannya, namun kami ingin terus mengawal jalannya persidangan. Secara fisik dan mental kami kelelahan. Kesabaran kami tengah diuji. Emosi kami terasa diaduk-aduk.
Ruang persidangan tak ubahnya seperti sebuah pertunjukan. Selama ini aku hanya melihatnya di televisi. Kini aku benar-benar berada di tengah-tengah persidangan. Ketiga terdakwa selalu dihadirkan setiap kali bersidang. Mereka duduk sambil menundukkan kepala. Entah kenapa mereka memakai peci. Rasanya tak pantas samasekali ! Aku menganggapnya hanya upaya menarik simpati publik, bukan merupakan bentuk taubat dan penyesalan. Toh wajah ketiganya tampak tanpa ekspresi. Wajah khas pembunuh berdarah dingin.
Sesekali pikiranku kembali mengingat sosok orang-orang tercinta yang telah dihabisi nyawanya. Di hari kejadian, aku tak sempat bertemu mama walau berjanji akan datang setelah sholat Jum`at. Ingatanku membawa kembali pada malam saat aku pamit ketika akan berangkat ke Beijing. Pelukan terakhirnya terasa sangat membekas. Aku tak pernah menyangka bahwa itu adalah pelukan terakhirnya untukku. Ya Allah… air mataku menggenang di sudut mata. Aku mengambil tissue dan menyekanya. Aku harus kuat ! Aku harus bisa menguatkan adik-adikku semua.
Pada persidangan minggu kedua, kedua adikku dan seorang adik iparku memberikan kesaksiannya di depan majelis hakim. Merekalah yang pertama kali tiba di rumah pada hari kejadian. Pada saat hendak diambil sumpahnya di bawah kitab suci Al Qur`an, adik bungsuku Icha sempat terisak. Aku merasakan kepedihan hatinya. Aku tau apa yang dirasakannya beberapa bulan lalu ketika ia pertama kali menemukan papa, mama, dan Diqa terbujur kaku di lantai. Trauma yang tak mudah untuk dihapus dari ingatan.
Ketika satu persatu barang-barang milik korban dihadirkan di depan sidang, sebuah tas koper biru milik keponakanku Diqa juga mengingatkanku pada sosoknya yang sempat kutemui sehari sebelum kejadian. Ia duduk manis di sampingku sambil melihat-lihat foto perjalanan kami di smartphone ku. Siapa yang menyangka bocah berusia 7 tahun ini harus ikut menjadi korban. Aah, perbuatan tak berprikemanusiaan ! Sedih sekali mengingat sosok ceria ini tak lagi bersama kami. Nasibnya kurang beruntung. Diqa tak sempat tumbuh menjadi dewasa.
Sidang demi sidang terus bergulir setiap minggunya. Meski persidangan akan memasuki minggu ke 6, tampaknya kami masih harus bersabar. Pemeriksaan saksi-saksi ternyata masih cukup panjang prosesnya. Belum lagi saksi penting belum mampu dihadirkan oleh polisi karena menghilang secara tiba-tiba.
Rentetan peristiwa sejak kejadian 6 bulan yang lalu hingga detik ini membuat perasaanku tidak menentu. Mood yang naik turun, emosi yang tak stabil, belakangan terasa menggangguku dalam beraktifitas. Tak jarang pikiranku melayang entah kemana padahal aku sedang berada di sebuah acara. Konsentrasiku acapkali terpecah. Bukan kelelahan fisik yang kurasakan melainkan kelelahan pikiran. Hidup ini seolah berubah 180 derajat. Hari-hariku tak seperti dulu lagi. Ada rasa yang tidak bisa diceritakan. Siapapun yang tidak pernah mengalaminya tentu tak tau persis apa yang kami rasakan. Meski demikian, semua bentuk simpati dan dukungan yang mengalir tetap memberikan kami kekuatan moril.
“Sidang akan dilanjutkan kembali Selasa depan” Hakim Ketua menutup sidang seraya mengetukkan palu. Pengunjung yang turut menyaksikan jalannya sidang satu persatu meninggalkan ruangan. Beberapa orang wartawan selalu mewawancarai salah satu dari kami usai sidang. Aku terduduk lelah di salah satu kursi panjang. Menunggu walau tidak tau apa yang ditunggu.
Kami akan terus mengupayakan yang terbaik bagi orang-orang tercinta yang telah tiada. Mungkin inilah bakti terakhir kami kepada orang tua. Keadilan telah menjadi barang langka di zaman sekarang. Namun demikian, kami tak akan berputus asa dalam mencari keadilan. Para pelaku harus dihukum seberat-beratnya.
Saat sore menjelang, aku dan keluarga meninggalkan gedung Pengadilan Negeri Medan. Masing-masing berjalan dengan pikirannya sendiri. Aku tidak tau sampai kapan ini akan berlangsung. Kami hanya terus mengikuti sidang demi sidang tanpa henti. Hal yang berat bagi kami sebab sidang pengadilan memberikan aura negatif dan perasaan tak nyaman bagi kami selaku keluarga korban. Hari yang selalu mengingatkanku juga pada peristiwa mengenaskan itu. Sungguh tak mudah bagi kami melalui semua ini. Aku berdoa semoga masih ada keadilan di muka bumi.
Kami yang selalu merindukan papa, mama, dan Diqa… *Al Fatihah
*Foto-foto di atas diambil menggunakan smartphone Samsung Galaxy S6 (di-resize).
Turut berduka cita dan turut mengirimkan doa ya, mbak 😦 semoga keadilan bisa ditegakkan dan keluarga selalu diberi ketabahan… amiin..
LikeLiked by 1 person
Aamiin… terima kasih ya mba :).
LikeLike
Semoga cepat selesai proses sidangnya y kak. 😦 dan terus semangat buat kaka n keluarga 🙂
LikeLiked by 1 person
Aamiin. Iya Rud.. tetep semangat. Makasih ya 🙂
LikeLike
Lama sekali ya kak negara kita memproses kasus, membuat luka di hati justru sulit sembuh karena di buka terus di persidangan. semoga cepat di selesaikan urusannya ya kak..
daan entah kenapa iyah kesel kenapa napinya harus di peciin..
LikeLiked by 1 person
Prosesnya panjang kali ternyata Yah, yang ngikutin aja sampe capek :(. Manalagi udah masuk sidang dan belum kelar2, kudu sabar terus. Semoga bisa selesai dengan hasil baik. Aamiin :). Iya sebel kan liat terdakwa pake peci gitu, pura2 aja.
LikeLike
Ya Allah, baru tau di Pengadilan ada ratusan terdakwa yang tiap harinya mau disidang? Sumpah, rada terkejut lo bacanya. Btw, keep spirit ya, kak Mol. Semoga Allah memberikan apa yang kak Molly inginkan, Aamiin. 🙂
LikeLiked by 1 person
Aamiin… makasih doanya ya Nikmal :). Iya ternyata tiap hari ratusan napi siap diproses sidang, itupun yang kasus pidana.. belum lagi yang kasus perdata. Luar biasa yah… banyak betul orang yang dianggap bersalah.
LikeLike
Mbak Molly turut berduka cita ya…ini kasus yg terjadi pada mertua teman sekolah ku Dedi Harefa, mbak Molly kakak ipar atau adik ipar nya Dedi? Salam kenal mbak, saya teman sekelas Dedi semasa SMA.
LikeLiked by 1 person
Salam kenal juga ya :). Terima kasih atas simpatinya. Oo temen sekelasnya Dedi dulu? Dedi itu adik iparku. Dunia sempit ya ternyata :D.
LikeLike
iya mbak, semoga kasusnya segera selesai ya mbak, dan mereka mendapat hukuman setimpal.
LikeLike
Mudah-mudahan begitu ya… Aamiin. Khawatir juga mereka bisa berbuat hal yang sama ke orang lain seandainya gak dihukum maksimal.
LikeLike
Yang kuat ya mbak, juga untuk keluarga 😦
LikeLiked by 1 person
Makasih banyak mak, Insya Allah kuat… berkat doa temen-temen semua :).
LikeLike
Yang sabar ya mbak, juga untuk seluruh kekuarga 😦
LikeLiked by 1 person
Iya mak… terima kasih banyak ya :).
LikeLike
Ya Allah, mak. Jahat banget mereka. Semoga mereka mendapat hukuman setimpal meski tidak bisa mengembalikan orangtua dan keponakan yang meninggal. #hugs
LikeLiked by 2 people
Makasih banyak ya mak😙. Mereka memang tega semua, pinginnya dihukum seberat2nya, hukuman mati kalo bisa.
LikeLike
Turut berduka ya Mbak…
LikeLiked by 1 person
Makasih ya mba :).
LikeLike
Turut berbelasungkawa Mbak, semoga Tuhan memudahkan usaha Mbak dan keluarga memperoleh keadilan aamiin
LikeLike
Aamiin… iya semoga ya mba, makasih banyak doanya :).
LikeLike
Turut berduka Kak Molly, sedih bacanya, yakinlah papa, mama, dan keponakannya pasti mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah swt, aamiin. Tetap tabah dan sabar
LikeLiked by 1 person
Aamiin… makasih ya Hisyam :). Semoga kami mendapatkan yang terbaik.
LikeLike
Sedih bacanya 😥 Semoga cepat selesai dan keadilan dapat ditegakkan ya, Mbak.
Salam kenal. Saya sempat beberapa tahun tinggal di Medan.
LikeLiked by 1 person
Iya mba… makasih ya, Aamiin :). Salam kenal juga, wah pernah jadi orang Medan berarti ya :D.
LikeLike
Ngga tau harus komentar apa, cuma bisa bilang sabar dan tabah ya mbak meski mungkin amat sulit. Semoga mbak dan keluarga selalu diberi keluasan sabar dan tabah. Tetap semangat mbak. Perjuangkan kebenaran.
LikeLiked by 1 person
Aamiin… semoga kami sekeluarga tabah dan semangat. Terima kasih ya mba :).
LikeLike
Jaga kesehatan ya mbak Molly 🙂
LikeLiked by 1 person
Makasih banyak ya :).
LikeLike
Mba Molly, semoga diberikan kekuatan dan kesabaran menghadapi ini ya, mba. Ikut berduka atas musibah yang mba alami. Semoga pelaku dihukum seberat-beratnya. Amiin
LikeLiked by 1 person
Aamiin… terima kasih banyak ya mba :). Semoga pelaku dihukum seberat-beratnya.
LikeLike
ah, pasti tidak mudah melewati semua ini, apalagi persidangan yang panjang yang justru terus-terusan mengingatkan peristiwa yang membuat kepergian itu terasa memilukan. tetap semangat kak, jaga kesehatan. semoga segera ditemukan titik terang dengan munculnya saksi utama yang menghilang. aamiin.
LikeLiked by 1 person
Iya Di, makin kesini rasanya makin sulit. Banyak persoalan yang harus diurus juga. Capek? Pasti. Belum lagi ngobatin duka dan traumanya :(. Tapi yah… harus dihadapi dan dijalani dengan sabar aja, semoga hasilnya baik untuk keluarga.. Aamiin. Makasih ya Di :). *peluk
LikeLike
Turut berduka yang mendalam. Semoga keluarga diberi kekuatan dan kesabaran ya. Semoga keadilan dapat ditegakkan dan terdakwa dihukum seberat-beratnya…😥
LikeLiked by 1 person
Aamiin… semoga ya mba, makasih :).
LikeLike
Big hug 😥 kak molly
LikeLiked by 1 person
Peluuuukk😙😙
LikeLike
aku nangis bacanya mbak, peluuuk..semoga Allah menempatkan Bapak ibu dan Diqa di Surga-Nya aamiin
LikeLiked by 1 person
Aamiin… Berat memang mba, tapi harus dilalui juga :). Aku cuma berdoa semoga ada rencana indah Allah untuk kami sekeluarga. Penyemangat n doa dari teman-teman semua (termasuk mba Dedew) bikin aku selalu kuat mba, sekali lagi makasih yaaa… mwaah *peluk
LikeLike
ikut sedih bacanya mbak, moga Bapak,IBU, keponakan diberikan tempat yg terbaik, tetep kuat ya mbak, klo blh tau udah selesai kah prosesnya? semoga diberikan hukuman yang setimpal, agar tidak diulangi ke orang lain, dan buat pelajaran buat org-org di luar sana, turut berduka mbak 😥
LikeLike
Makasih banyak, ya :). Prosesnya sudah selesai di tahap Pengadilan Negri dengan putusan hukuman mati untuk ketiga terdakwa. Lalu mereka banding, dan putusan dikuatkan lagi dengan hukuman mati di tingkat Pengadilan Tinggi. Sekarang terdakwa dalam proses kasasi ke MA. Ya, semoga ngga ada lagi kejahatan yang seperti ini. Meeeka sadis dan kejam :(.
LikeLiked by 1 person
karna baca tulisannya mbak, aku langsung cari berita di media online, bacanya sampe merinding, sadis banget mereka, kok bisa semudah itu ngambil nyawa, emang pantes banget di hukum mati, yg sabar ya mbak :’)
LikeLiked by 1 person
Iya, ngga habis pikir kan, yah :(. Semoga kami sekeluarga tetap tabah dan kuat. Makasih, ya☺
LikeLiked by 1 person
Al fatichah… sekali lagi saya turut berduka Mbak. Saya baru tahu ceritanya. Sayapun menangis membacanya…
LikeLiked by 1 person
Iya mas Dani.. walaupun kejadiannya setahun yang lalu, tapi lukanya belum sembuh sampai sekarang. Tapi Insya Allah kami kuat. Makasih ya, mas☺.
LikeLike