Food and Travel Photography Workshop Bersama Olympus — Jika dahulu orang kerap berdoa sebelum memulai makan, kini bertambah satu ritual lagi, yakni memotret makanan. Akhir-akhir ini orang mulai memperhatikan bagaimana cara menghasilkan sebuah foto makanan yang menggugah selera sekaligus menarik.
Melihat tren tersebut, Olympus, sebagai salah satu brand kamera ternama, mengadakan Food and Travel Photography Workshop pada hari Sabtu tanggal 18 Juni 2016 yang lalu. Bertempat di Harbour 9, Plaza CIMB Niaga Medan, acara ini turut didukung oleh Citilink, Archa Photo, Kuliner Medan, dan Paprika.
Awalnya hanya suamiku yang ikut acara workshop ini. Belakangan, karena tema acaranya berkaitan erat dengan kesenangan kami berdua, suamiku mengajakku juga dan mendaftarkannya langsung melalui Archa Photo. Udah lama banget aku gak pernah mengikuti acara workshop apapun berdua bersama suami. Nah, kali ini aku dan suamiku yang sama-sama menggemari fotografi dan traveling bisa hadir bareng di acara ini. Anggap aja ini berkah Ramadhan. Hahaha *lebay
Untuk workshop kali ini, Olympus menggandeng mbak Marrysa Tunjung Sari atau lebih dikenal dengan panggilan Sasha sebagai pembicara. Ia adalah seorang fotografer profesional dan Editor in Chief LINKERS (Citilink inflight magazine).
Sekitar pukul 14.30 Wib kami berdua tiba di tempat acara. Sebelum masuk, peserta harus registrasi ulang di depan pintu masuk cafe. Di dalam terlihat beberapa orang peserta sudah hadir. Belum begitu ramai, hingga kami masih bisa mendapat posisi duduk yang baik.
Pada pukul 15.00 Wib acarapun dibuka oleh salah seorang perwakilan dari Olympus Indonesia. Lalu Indra Halim dari @kulinermedan memberikan sedikit kata sambutan selaku salah satu pendukung acara. Ia sangat menyambut baik acara ini terutama untuk meningkatkan minat dan kemampuan para penikmat kuliner agar bisa menghasilkan foto makanan yang baik.
Sebelum masuk ke acara inti, pihak Olympus menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan saat membeli sebuah kamera. Ada 3 hal yang penting untuk diperhatikan yakni lensa, sensor, dan prosesor. Kualitas sebuah lensa ditentukan oleh ketajaman gambar dan mutu warna yang dihasilkannya. Kualitas gambar itu sendiri ditentukan oleh ukuran sensor gambar. Kecepatan dan kualitas prosesor juga penting dalam menentukan gambar yang dihasilkan. Semakin baik kualitas prosesornya, secara otomatis gambar yang dihasilkannya akan lebih tajam dan mereduksi tingkat noise ketika menggunakan ISO tinggi ataupun kecepatan lambat. Jadi kalau mau beli kamera jangan asal-asalan, supaya kita gak menyesal. Sepanjang pengalamanku sendiri menggunakan kamera, memang harga berbanding lurus dengan kualitas yang dihasilkannya. Artinya semakin tinggi harga kamera maupun lensanya, kualitasnya semakin bagus pula.
Tibalah kini sesi utama dari workshop. Pertama-tama mbak Sasha membawakan materi tentang Food Photography. Ia menceritakan sedikit tentang latar belakang profesinya sebagai seorang fotografer profesional. Dahulu ternyata ia adalah seorang fotografer jurnalistik yang sering memotret pertandingan olahraga balap. Ia juga menceritakan bagaimana “penderitaan” yang dirasakannya saat harus menenteng kamera DSLR berikut dengan lensa tele yang sangat berat dengan panjang nyaris seukuran badannya sendiri.
“Sekarang saya gak mau lagi nenteng-nenteng kamera besar dan berat begitu. Lama-lama ntar bisa menopouse dini” ujarnya berseloroh.
Peserta workshop sontak tertawa mendengarnya. Sebagai salah satu fotografer untuk National Geographic, ia kerap menjelajah ke berbagai tempat menarik di Indonesia maupun mancanegara. Karya-karyanya juga bisa dinikmati di Inflight Magazine maskapai penerbangan Citilink. Kini, ia juga menjadi staf pengajar di sebuah sekolah fotografi di Jakarta dan sesekali menjadi pemateri untuk workshop, seperti pada kesempatan kali ini.
Ditinjau dari kepentingannya, Mbak Sasha menjelaskan bahwa food photography terbagi menjadi 2 (dua), yakni untuk commercial dan non commercial. Commercial mengandung pengertian untuk kepentingan publikasi dan dinikmati banyak orang, serta dapat diperjualbelikan. Non commercial mengandung pengertian bukan ditujukan untuk kepentingan komersial, hanya sebagai hobi dan kesenangan pribadi saja.
Dalam memotret makanan ada 3 hal yang harus diperhatikan, yakni warna, cahaya, dan tekstur. Ia mengatakan bahwa warna merah dan hijau selalu terlihat lebih menarik diantara warna-warna lainnya. Secara visual, biasanya apa yang dilihat oleh mata tidak akan persis sama seperti pada saat difoto.
Diperlukan sebuah konsep yang baik untuk keperluan memotret makanan. Seorang fotografer harus jeli dan mampu menterjemahkan makna dari suatu hidangan ke dalam sebuah karya foto. Sebuah konsep akan memperkuat kesan dan “cerita” yang ingin kita tampilkan. Dalam sebuah pemotretan komersial, fotografer biasanya didampingi oleh seorang food stylist. Ia bertugas untuk menata makanan sedemikian rupa agar terlihat indah dan menarik, dan hasil fotonya dapat menggugah selera orang yang melihatnya.
Food stylist sendiri kini menjadi sebuah profesi yang sangat menjanjikan, mengingat di Indonesia belum banyak yang fokus pada profesi tersebut. Seorang food stylist harus memiliki pengetahuan fotografi dan komposisi. Selain itu ia juga harus menguasai karakter makanan dan penataannya. Hmm, kayaknya seru juga nih profesi satu ini.
Dalam penjelasannya, mbak Sasha tak lupa mengatakan bahwa dalam memotret makanan tidak harus selalu bokeh. Menurutnya memang ada fotografer profesional yang mempunyai teori seperti itu, motret makanan harus bokeh.
“Kalau objeknya kepiting, trus kita motretnya blur-blur bokeh gitu, pakai bukaan besar, apa gak kacau tuh? Yang kelihatan ya capitnya. Apa nikmatnya ngeliat capit doang?”, ujarnya pada peserta. Lagi-lagi seluruh yang hadir ikut tertawa mendengar komentarnya.
Menurutnya, ada beberapa tips dalam memotret makanan :
#1. Pencahayaan adalah segalanya !
#2. Keep it simple
#3. Menggunakan properti yang sederhana dan unik
#4. Memotret dengan segera ketika masih fresh. Bila perlu oleskan sedikit olive oil untuk kesan mengkilat
Usai memberikan materi tentang food photography, mbak Sasha mempersilahkan peserta untuk praktek memotret beberapa hidangan makanan yang telah disediakan oleh pihak cafe. Objeknya adalah sejenis snack dan makanan utama. Peserta juga diberi kesempatan untuk mencoba memotret menggunakan mirrorless camera dari Olympus. Untuk indoor, aku iseng-iseng mencoba memotret menggunakan smartphone-ku. Harusnya sih hasilnya bagus, karena pencahaan alami cukup baik menerangi objek. Sementara peserta lain dengan sigap mengeluarkan kamera andalan masing-masing dan bergantian memotretnya.
Agak sulit sih memotret dengan baik dan menemukan angle yang sesuai, secara peserta lain juga bersemangat memotret. Agak berebutan gitu. Aku bahkan dua kali disenggol oleh seorang perempuan yang badannya berukuran besar *yes, berarti aku mungil ! Akhirnya aku dan Dana, temanku yang kebetulan ketemu di acara itu, memilih untuk keluar. Rupanya ada sebagian makanan yang dibawa keluar oleh peserta untuk difoto. Cuus, kita kesana aja.
Melihat semua orang menggunakan kamera, akhirnya aku mengeluarkan kamera mirrorless dari dalam tas. Oke, mari kita memotret ! Dua buah piring makanan dihujani jepretan dari kamera para fotografer. Makanan tadi mendadak populer. Berhubung masih berpuasa, akhirnya cuma bisa memandanginya saja sambil menahan lapar.
Dari jauh, suamiku terlihat memegang kamera mirrorless Olympus yang dipinjamkan padanya. Ia memotret aku dan Dana untuk melihat hasilnya. Dari rumah, suamiku memang sudah menyiapkan memory card sendiri. Jadi kalau ada kesempatan mencoba kamera mirrorless Olympus yang canggih itu, gak akan direpotkan ketika akan memindahkan hasil fotonya. Pinter ! Hahaha.
Di sesi berikutnya, mbak Sasha menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan Travel Photography. Ia juga memperlihatkan beberapa hasil karya foto perjalanannya. Sebagai seseorang dengan latar belakang pendidikan arsitektur dan seni rupa, ia memiliki kekuatan dalam hal warna dan komposisi. Walaupun foto-foto yang dihasilkannya sederhana, namun terlihat menarik dan sangat “berbicara”.
Menurutnya, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam travel photography antara lain :
#1. Research
Sebelum melakukan perjalanan ke suatu tempat, hendaknya lakukan riset terlebih dahulu. Dengan begitu, kita memiliki sedikit gambaran mengenai tempat dan hal-hal apa saja yang akan kita abadikan nantinya. Apa yang dikatakan orang lain tentang sesuatu tidaklah absolut sebelum kita menyaksikannya sendiri.
#2. Travel light
Bawalah perlengkapan yang benar-benar diperlukan untuk menghindari kelebihan beban. Dengan melakukan riset tadi, otomatis kita tahu apa yang harus dipersiapkan menuju ke tempat tujuan.
#3. Travel slow
Perjalanan akan terasa lebih bermakna bila kita melakukannya tanpa terburu-buru. Kebanyakan orang Indonesia selalu mengejar sebanyak-banyaknya destinasi wisata untuk dikunjungi. Akhirnya pada saat kembali, semua memory itu hilang dengan cepat, karena tak ada yang sempat diresapi. Sebaiknya kita benar-benar menikmati setiap langkah yang dilakukan. Karena bukan tujuannya yang penting, melainkan proses menuju kesana berikut perjalanannya itu sendiri. Dengan demikian, kita akan membawa pulang banyak sekali kisah perjalanan yang menarik.
#4. Leave the camera behind sometimes
Menenteng kamera kemana-mana dan memotret siapapun yang ditemui tentunya terkesan mengintimidasi dan bisa membuat orang tersinggung. Tidak semua warga lokal bersedia untuk difoto. Sebaiknya masukkan kamera ke dalam tas dan ajak mereka mengobrol. Dari obrolan tercipta kedekatan. Bila suasana sudah mencair, biasanya mereka banyak memberikan informasi berharga yang bahkan tak ada di dalam buku. Toh informasi itu lebih bermanfaat kan, daripada sekedar mendapatkan foto mereka secara curi-curi. Kalau kepercayaan mereka sudah timbul, biasanya mereka tidak keberatan untuk kita foto. Kalaupun ditolak, ya paling tidak kita sudah mencoba. Hehehe.
#5. Feel the place
Cara terbaik untuk mengetahui keadaan suatu tempat adalah berkunjung ke pasar tradisional. Semua rahasia ada di sana. Dengan berada di pasar tradisional, kita bisa melihat keseharian warga lokal dan aktifitasnya.
#6. Get inspired
Setiap saat kita bertemu dengan berbagai macam manusia. Beberapa diantaranya tentu ada yang menginspirasi kita. Jangan pernah gengsi untuk menjadikan seseorang sebagai panutan. Dengan mengagumi karya-karyanya, kita akan menjadi seseorang yang bisa menghargai orang lain.
Travel photography yang baik adalah bisa menemukan keindahan di suatu tempat, walaupun tempat itu tidak baik. Dan dengan melibatkan unsur manusia di dalamnya, justru akan menunjukkan dinamika dari suatu tempat.
Sekitar pukul 18.00 Wib acara workshop tadi berakhir. Aku benar-benar merasakan manfaatnya dan terinspirasi dengan apa yang aku dapatkan pada hari itu. Banyak hal yang bisa aku terapkan bila melakukan perjalanan lagi suatu saat.
Menjelang azan maghrib, seluruh peserta dipersilahkan untuk mengambil makanan dan minuman yang telah disediakan secara prasmanan. Ternyata cafe cukup penuh sore itu. Karena bertepatan dengan malam Minggu, banyak pengunjung yang datang untuk berbuka puasa di sini. Akhirnya aku, suamiku, dan 2 orang teman lagi (bang Saf dan bang Budi) duduk semeja. Dana yang datang bersama temannya Andru Kosti, terpaksa duduk terpisah dari kami karena gak dapat tempat lagi.
Food and Travel Photography Workshop Bersama Olympus — Hampir malam kamipun bergerak pulang. Di luar ternyata masih hujan. Senang sekali rasanya hari ini karena sudah menambah ilmu. Mudah-mudahan acara semacam ini lebih sering diadakan di kota Medan. Sebelum pulang, seperti biasa foto bareng dulu dong !
*Foto-foto di atas diambil menggunakan smartphone Samsung Galaxy S6, kamera mirrorless Fujifilm XM-1, dan mirrorless Olympus Pen-F 25mm (semua di-resize).
*Picture credit : Unsplash
Keren,sy jg suka banget food photography.dblog saya banyak..hehehe
LikeLike
Toss mas ! Hehehe… Soalnya asyik kan ya😀
LikeLike
apalagi klo icip makannya gratis
LikeLike
Kalo itu aku juga ga nolak deh😀😀
LikeLike
Travel Food N Photography.. perlu banyak belajar awaknya.. huhhuhu,, Foto kak buat lapr juga,, hahhaha
LikeLike
Seru Rud… banyak banget ilmunya. Aku juga masih belajar.. hehehe :D. Kalo masih puasa liat makanan pasti efeknya lapar. Hahahaha :)).
LikeLike
weeww…jadi laparrrr kakkkk 😀
LikeLike
Hahahaha… fokus ke makanan soalnya Fit :)).
LikeLike
Molly, kalau ada acara kayak gini lagi mau dong diajak2. Aku gak tau huhu
LikeLike
Awalnya aku juga ga sengaja taunya kak😀. Kapan-kapan aku berkabar lah ya. Minta alamat twitter nya kak Noni dong ;).
LikeLike
Waaaaah kebetulan nih lagi cari-cari kamera, kayanya hasil olympus yang mirrorless oke juga yaaaa. Hihi. Makasi sharingnya Maaaak
LikeLike
Sama-sama mak :D. Hasil fotonya tajam juga, mungkin bisa diliat review kameranya di internet ya ;).
LikeLike
Wowowow…
Workshopnya keren banget…
LikeLike
Iya, banyak ilmunya 😀
LikeLike
olympus rupanya hasilnya bagus dan jernih ya mba 😀 jadi pengen
LikeLike
Hihihi… hasilnya bagus mba Fika, tajam :D. Wah, bisa tuker merek nih ntar. Hahaha :)).
LikeLike
Lengkap banget tulisannya mba, jadi tau banyak ilmu perfotoan 😉
LikeLike
Makasih mba, moga bermanfaat ya 😀
LikeLike
Makanan dan foto, klo gabuangn akan menjadi sesuatu yang wah
LikeLike
Setuju banget ! 😀
LikeLike
Mbaaa mau nanya… Waktu ke xian….
Saya rencana naik kereta soft sleeper ke xian.. Nah nnti kan sampainya ke xian railway station. Nah dr sana kalo saya mau naik bus 306, itu harus naik subway lg ke walukou ya? Krn ada bbrp blog gak infokan ttg naik subway ini… Jd perkiraan saya bus nya ada di railway station (deket). Mohon pencerahnnya
LikeLike
Iya mba, naik kereta subway dulu dari Xi’an North Railway Station nuju ke perhentian selanjutnya di Wulukou. Nanti mba bisa lihat rutenya yang terpampang di stasiun subway. Untuk jelasnya, bisa mba baca di postingan saya tentang Terracotta Warrior, disana saya tuliskan dengan sangat jelas tataca menuju ke Terracotta nya :). Termasuk dimana bisa menemukan letak bis no 5(306) tadi.
LikeLike
Tambahan mba, kalo kereta soft sleeper nya berhenti di Xi’an Railway Station, mba gak perlu naik subway lagi. Tinggal ke east square untuk cari bus no 5(306). Tapi kalo keretanya sampai di Xi’an North Railway Station, mba harus naik subway lagi ke Wulukou. Tempo hari saya dari Beijing ke Xi’an berhentinya di stasiun Xi’an North mba (karena naik kereta super cepatnya), bukan di stasiun Xi’an :).
LikeLike
naksir Olympus nya…hihi kalo hasil jepretannya jangan ditanya oke banget pastinya 🙂
LikeLike
Hasilnya se oke harganya nih, muahaaal. Hahahaha :D.
LikeLike
food stylish kayaknya profesi yang menyenangkan ya kak 😀
kadang kalau pas foto makanan suka lupa waktu sampe makanan dingin cuma buat ambil foto yang sesuai keinginan 😀
LikeLike
Setuju Di, kayaknya happy ya nata-nata makanan gitu. Kerja kreatif yang menghasilkan. Dan ternyata itu bukan pekerjaan mudah. Hahahaha :D.
LikeLike
mantap kali hasil jepretan pake Olympus ya kak 😀
LikeLike
Mantap Win, semantap harganya. Hihihi ;). Hasilnya setajam silet :D.
LikeLike
Hal terpenting yg perlu diperhatikan sebelum membeli kamera ialah isi dompet.
LikeLike
Hahaha… setuju banget ko Leo, harus sesuai budget. Kalo dompet kosong jangan berani ambil kamera dari toko :D.
LikeLike
foto mbak ma kamera mirorlesnya keren. saya juga mau hehe. lagi belajar juga foto makanan mbak. makasih udah di share mbak, beberapa tips di atas kayak bangun ke dekatan selama ini masih kurang saya lakukan. ke depan mau coba lagi dan mulai bangun ke dekatan
LikeLiked by 1 person
Makasih mas hehehe :D. Aku juga masih belajar-belajar aja mas. Dan ternyata food photography itu gak sesederhana yang selama ini dipikirin. Hahaha :)). Semoga tips dari mba Sasha bermanfaat ya :D.
LikeLike
Iya mbak. Dan pas aha mulai belajar ke arah ini. Jadi kalau sebelum makan foto2 dulu haha. Padahal perut udah ndak sabar wkwkwk
LikeLike
Hahahaha… kelakuan orang Indonesia ya mas, habis fotoin makanan, trus berdoa, baru deh makanannya disantap :D. Tapi asik kok belajar food photography, terutama styling nya :).
LikeLike
Hehe iya mbak.. Saya ma suka foto makro bunga2 gitu heheh
LikeLike
Kalo gitu ayo segera dibeli kamera idamannya mas :D.
LikeLike
Aku masih kesulitan dapat foto makanan yang bagus terutama karena ngga bisa stylingnya wkwkwk…
LikeLike
Sama mbaaaa.. hahahaha :)). Kadang aku juga gitu, makanannya cakep tapi pas difoto kok biasa2 aja :D.
LikeLike
Saya masih kesulitan dapat foto makanan yang bagus terutama karena ngga bisa stylingnya T_T
LikeLike
Olympusku rusak. Kalau dibuka bunyi klek klek klek gitu. Kemana ya betulinnya? Itu andalan banget sampai masuk2 hutan. Hasilnya bagus bgt buat orang yg gaptek setting kayak aku.
LikeLike
Kalo belinya di Jogja, coba bawa kameranya ke toko tempat beli mba. Atau bisa googling dimana distributor resminya. Ntar coba mba kirim email ke mereka, ceritakan masalahnya. Moga-moga membantu ya mba Lusi ;).
LikeLike
Terima kasih buat tulisannya, keren banget….terima kasih juga sudah hadir di workshop.
Untuk pertanyaan bagaimana memilih kamera, ada artikel yang pernah aku tulis tentang itu. Semoga bisa bermanfaat jagamineproject.wordpress.com/2015/03/09/fotografi-memilih-kamera-untuk-pemula/
LikeLiked by 1 person
Hai mba Sasha, makasih udah berkunjung ke blogku😀. Sharing-sharing nya saat workshop bermanfaat banget. Moga-moga aku bisa motret lebih baik dari yang sekarang😀. Thanks ilmunya, mba😙.
LikeLike
Mbak, kalau untuk foto makanan bagusan mana ya ? Pen EPL 7 atau Pen F?soalnya saya biasanya suka foto dari atas dengan menggunakan pen epl 7. Bingkainya pen f itu bisa ya dibuat utk foto makanan dari atas?kesulitan ga ya? Terus, apakah di pen f itu ada mode filter spt i-enhance, vivid, pucat ga ya? Dan apakah hasilnya pen f itu jauh lbh bagus dari epl 7 ga ya soal foto makanan?Makasih.
LikeLike
Hai mba Silvi, makasih udah berkunjung ya. Saya bukan pengguna kamera mirrorless Olympus. Saya juga tidak terlalu expert di bidang fotografi. Tapi menurut saya, untuk foto flatlay seperti itu tidak tergantung pada jenis kamera, melainkan lensanya. Untuk foto flatlay biasanya menggunakan lensa wide seperti lensa 35mm di kamera full frame. Atau lensa 18mm di kamera Olympus (crop factor 2x). Semoga membantu ya, mba :).
LikeLike