Hai Orang-Orang Tercinta, Apa Kabar Kalian di Sana?

Menurut sebagian besar orang, waktu bisa membuat lupa dan mengobati luka. Kenyataan yang aku rasakan justru tidak begitu. Betapa sulitnya melupakan sebuah peristiwa yang secara tidak langsung turut merubah jalan hidupku. Peristiwa yang menggoreskan luka di hati yang belum ada penawarnya.

judulpost

Sering aku mencari-cari foto untuk keperluan ngeblog atau media sosial di gallery foto smartphone ku. Namun sering pula aku mendapati foto wajah orang-orang tercinta yang telah berpulang. Pedih sekali rasanya. Setiap memandang kembali foto-foto itu, air mataku serta-merta tumpah tak terbendung. Aku merindukan sosok mereka.

 

Aku teringat pada kata-kata bang Aziz Husein, salah seorang pewarta yang pernah dengan setia mengikuti dan memberitakan jalannya sidang di Pengadilan Negri Medan. “Tulis saja, kak. Mungkin nanti bisa lebih lega” ungkapnya di kolom komentar media sosial milikku.

 

Ucapannya ada benarnya. Menulis bisa mengeluarkan emosi dan kesedihan hati. Usai persidangan panjang kala itu, berulang kali aku ingin sekali menulis. Namun niatnya terhenti kala aku mulai menuangkannya dalam bentuk tulisan. Belum apa-apa air mata sudah mendahului gerakan menulisnya. Akupun urung. Nanti sajalah, kalau hati mulai tenang, batinku.

 

Waktu terus berjalan. Semua mulai terlihat normal. Aku menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas. Harapanku, aku bisa perlahan melupakan kejadian yang menyesakkan dada itu. Ya, aku bisa tertawa dan bahagia. Aku senang bisa berkumpul dengan teman-teman. Aku larut dalam obrolan tak kenal waktu. Lelah, tapi mengasyikkan.

 

Di balik semua ekspresi bahagia tadi, tidak seorangpun tau sudah berapa ratus kali aku menangis. Terisak-isak di rumah. Duduk di atas tangga, maupun sedang membersihkan dapur sekalipun. Setiap kali mengingat peristiwa itu, aku tak sanggup menahan rasa. Setiap kali merindukan mereka, ingin rasanya aku menelepon untuk mendengar suaranya. Hingga aku tersadar, suara-suara itu tak akan pernah bisa kudengar lagi di sepanjang hidup. Sepi sekali. Memang, aku masih menyimpan nomor telepon mereka di smartphone ku. Namun aku kehilangan harap.

Baca juga : Oleh-Oleh yang Tak Sampai

Molly kecil bersama orang tua
Kebahagiaan masa kecil

Pa, apa kabarmu disana? Aku tak mendengar lagi suara deru mesin mobilmu bila papa datang ke rumah kami. Aku juga tak lagi bisa menghidangkan segelas kopi hitam kesayanganmu bila papa datang bertandang. Aku tak mungkin lagi membiarkanmu memilih channel favorit di tv cable rumah kami. Seperti waktu dulu.

bersama almarhum papa semasa kecil
Aku dan adikku Erika bersama almarhum papa

Walau punya kemiripan tinggi dengan wajah almarhum papa, aku tidak terlalu sering berbincang lama dengan beliau. Tapi sejak beberapa tahun belakangan sebelum kepergiannya, hubungan kami terus membaik dan hangat. Ya, papa memang cukup keras orangnya. Ia adalah orang yang selalu mengkhawatirkanku bila suami harus meninggalkan aku seorang diri di rumah saat bertugas ke luar kota untuk beberapa hari.

 

Masih lekat diingatanku saat-saat terakhir aku melihat papa di rumahnya. Kami masih sempat makan malam bersama, juga suamiku. Kalau saja aku tau beliau akan pergi untuk selama-lamanya keesokan harinya, pasti ia sudah kubawa pergi jauh. Agar terhindar dari pembantaian sadis di hari Jum`at berdarah.

 

Pa, takdirmu telah ditetapkan Allah seperti itu. Aku ikhlas. Hanya saja kerinduan mendalam ini terasa semakin besar. Aku masih menyimpan SMS terakhir darimu saat akan menjemput aku dan suami di bandara. Aku ingin tetap merasa bahwa papa masih ada.

 

Mama cantikku, apa kabar? Mama sudah tenang di sana, kan? Aku yakin amalanmu selama di dunia akan menjagamu tetap baik-baik saja. Kangeeeeen sekali sama pelukan mama. Pelukan erat yang cukup lama  disertai nasehat, sehari sebelum keberangkatanku bersama suami ke Beijing. Tak sampai dua minggu, sebelum akhirnya mama pergi untuk selama-lamanya.

Bersama almarhumah mama semasa kecil
Molly kecil dalam sebuah perjalanan bersama almarhumah mama

Entah kenapa takdir membuatku tak sempat bertemu mama untuk terakhir kalinya. Aku tiba di rumah kalian dalam kondisi mama sudah tak bernyawa lagi. Semua terasa bagai mimpi! Mimpi buruk yang menyakitkan.

 

Terngiang suara mama di telepon sesaat sebelum kejadian itu. Aku datang ke rumah untuk memenuhi janjiku untuk makan siang bersama. Malangnya aku tak lagi melihatmu tersenyum. Engkau sudah terbujur kaku. Hingga kini penyesalanku tak kunjung hilang. Kalau saja aku masih sempat bertatap muka dengan mama, mungkin rasanya tak akan begini. Aku hanya sempat mencicipi masakan terakhir yang engkau buat dengan cinta. Ya, supaya anak sulungnya ini tidak susah mencari makanan halal di China nanti.

 

“Oyi, ada majalah baru nak?” begitu mama selalu bertanya padaku. Ia senang membaca. Di waktu istirahat siangnya, mama sering membaca majalah wanita milikku. Aku memang berlangganan majalah lifestyle mingguan, hingga kini. Mama suka mengumpulkan artikel masak karena ia gemar memasak. Ah, jadi kangen sama masakan mama yang enak-enak itu.

 

Bila beliau sakit, aku yang dijulukinya “suster kejam” menjadi orang yang tak pernah absen mengurusnya, dibantu oleh adik-adik. Mama cantikku ini orangnya memang begitu, manja kalau sedang sakit. Makan aja susahnya setengah mati. Karena aku ingin ia segera sembuh, terkadang aku harus sedikit memaksanya untuk makan dan minum obat. Ya, suster kejam yang sayang sekali padamu, Ma.

Molly dan almarhumah mama
Bersama almarhumah mama

Sekarang mama sudah tak sakit lagi. Hilangnya nyawamu di tangan para biadab itu semoga bisa menebus segala kesakitan dan pelebur dosa-dosamu. Semoga Allah menjadikanmu syahid. Aamiin.

(mengambil waktu sejenak untuk menyeka air mata)

Keponakanku Diqa, apa kabarmu, nak? Ponakan mommy yang ganteng dan aktif ini sedang berpuasa rupanya saat nyawanya direnggut paksa di hari naas itu. Ya Allah… mommy ngga bisa menggambarkan seperti apa rasanya kehilangan sosokmu yang ceria itu.

Bersama almarhum Diqa
Bersama almarhum Diqa keponakanku

Sehari sebelum kejadian, ia duduk manis di sebelahku sambil memandangi foto-foto perjalanan kami selama di Beijing dan Xi`an yang kutunjukkan padanya. Ia memang terlihat sedikit diam. Padahal biasanya aktif sekali. Tak sempat kupenuhi janjiku menyerahkan oleh-oleh untuknya. Padahal mungkin itu kali terakhir aku bisa melihatnya tersenyum bahagia. Mommy minta maaf ya, nak.

 

Setiap kali mengingat sosoknya, aku sedih. Ia tak sempat tumbuh dewasa seperti harapan kami semua. Usianya harus terhenti di bilangan 7 tahun. Entahlah, aku merasa ia kurang beruntung. Walaupun aku tau ia pasti mendapatkan SyurgaNya. Diqa masih terlalu kecil untuk merasakan ketakutan saat melihat nyawa kakeknya dihabisi lalu berujung pada kematiannya pula.

Baca juga : Menanti Sebuah Keadilan

 

Kejadian itu tak hanya meninggalkan duka mendalam, tapi juga meninggalkan rasa cemas di hatiku yang sulit untuk dilukiskan. Bila mendengar suara sirene mobil ambulance meraung-raung, aku stress dan trauma! Karena aku menyaksikan sendiri 3 mobil ambulance datang ke rumah orangtuaku untuk menjemput mereka dengan kantong-kantong jenazah. Hati siapa yang tak akan hancur??

 

Sejak itu pula, aku yang biasanya tak pernah takut gelap, merasa tak nyaman bila berada dalam ruangan gelap. Bahkan di awal-awal aku diliputi kecemasan luar biasa bila malam tiba. Aku takut menutup mata dan tak bisa melihat dunia lagi keesokan harinya.

 

Belakangan aku juga masih enggan datang melayat bila ada yang kemalangan, kecuali terpaksa sekali. Suasana duka seperti itu seolah mengingatkanku kembali semua kisah sedih yang kami alami. Mendengar lantunan doa saja aku bisa menangis. Aku teringat pada peristiwa setahun yang lalu. Masih perlu waktu untuk itu semua.

 

Keluarga adalah tempat untuk kita pulang. Di sana selalu ada kehangatan yang akan menyambut dan memelukmu erat. Tidak lagi memiliki orang tua kandung dan harus kehilangan seorang keponakan membuatku merasa rumah milik orangtuaku itu hanya tinggal kenangan. Kami adik-beradik masih bisa berkumpul di manapun, tapi rasanya sudah berbeda.

Almarhum papa dan almarhumah mama
Almarhum papa dan almarhumah mama
Rumah Sei Padang Medan
Rumah almarhum papa dan almarhumah mama

Untuk papa, mama, dan Diqa tersayang, semoga kalian beristirahat dengan damai dalam tidur panjangmu. Kami yang masih hidup harus terus berjuang di dunia. Sungguh berat melalui semua ini. Tapi kami akan senantiasa bergandengan tangan, berjalan beriringan, dan saling menguatkan. Demi kalian, orang-orang yang kami cintai. Teriring doa dan rindu dari kami semua…

 

*Mengenang 1 tahun kepergian orangtua dan keponakan (23 Oktober 2015 – 23 Oktober 2016).

 

 

 

 

54 thoughts on “Hai Orang-Orang Tercinta, Apa Kabar Kalian di Sana?

  1. I can say nothing. Losing our beloved is the hardest part in life.
    My mom passed away 13 years ago, and until today sometimes i still lie to my self that she is still there.

    May they rest in peace. Yes, they must be.

    Liked by 1 person

    • Manusia lahir dan kembali ke pangkuanNya dengan cara yang berbeda-beda. Betapapun beratnya, kepergian orang-orang tercinta harus kita diikhlaskan ya, mba. Mudah-mudahan Tuhan punya rencana indah sesudahnya. Makasih ya, mba :).

      Like

    • Episode hidupnya ternyata harus begitu. Ceritanya ada di postingan “Oleh-Oleh yang Tak Sampai” ya, Wi. Cerita lengkapnya mungkin bisa di googling dengan keyword : pembunuhan sei padang medan.

      Like

      • Baru aja aku googling kak..Aku kaget kali..ada beberapa artikel yang aku baca…Duuh kak, ngeri kalilah perasaanmu ya…tak tau aku mau bilang apa…kudoakan kk dan keluarga semakin kuat hari lepas hari…Pelukku untukmu di hari mengenang kepergian orang yang kk sayangi itu…Tuhan memberkatimu kak Mol ❤

        Liked by 1 person

        • Kira-kira begitu Wi, kisah yang sedih untuk diceritain ulang :(. Mudah-mudahan cobaan itu semakin menguatkan kami sekeluarga. Aamiin. Makasih ya, Wi😙😙 *peluk

          Like

  2. salam kenal mbak molly. saya termasuk salah satu pembaca yang saat membaca ikut terlarut dalam cerita mbak molly dan merasakan ikut kehilangan.

    semoga mama, papa dan diqa mendapat tempat trbaik di sisi Tuhan dan semoga Mbak Molly dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. aamiin.

    Liked by 1 person

  3. *menyeka air mata* seharusnya aku tidak baca postingan kak molly kali ini. aku sebisa mungkin tidak mengingat lagi hal-hal yang membuat penyesalanku terngiang sebelum Bapak pergi 😦

    Like

  4. Sedih sekali membaca kisah kedua orang tuamu Mbak Molly. Jadi merembes air mataku. Tak terbayang bagaimana kalau hal itu terjadi pada keluargaku sendiri. Mendoakan dari jauh Mbak, Insya Allah mereka yang pergi tempat-tempat mulia di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan Mbak Molly dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan ekstra dalam menanggung kepedihan ini. Amin

    Liked by 1 person

    • Aamiin Ya Rabb… makasih untuk doanya ya mba Evi sayang😙. Tak seorangpun dari kita yang tau seperti apa takdirnya sebelum kita melewati. Mungkin memang ini yang terbauk dari Allah untuk mereka dan kami, mba. Insya Allah kami tetap kuat meneruskan hidup :).

      Like

  5. kak aku merinding baca yang ini,
    “tidak seorangpun tau sudah berapa ratus kali aku menangis. Terisak-isak di rumah. Duduk di atas tangga, maupun sedang membersihkan dapur sekalipun. Setiap kali mengingat peristiwa itu, aku tak sanggup menahan rasa. Setiap kali merindukan mereka, ingin rasanya aku menelepon untuk mendengar suaranya. Hingga aku tersadar, suara-suara itu tak akan pernah bisa kudengar lagi di sepanjang hidup. Sepi sekali. Memang, aku masih menyimpan nomor telepon mereka di smartphone ku. Namun aku kehilangan harap.”

    rasanya ini cukup sampe ke aku menggambarkan kesedihan itu amat teramat dalam. bahkan sangat sakit karena tau kepergian dengan cara yang “kurang baik”. beratnya ya disitu, kenapa dengan cara itu hilangnya.

    Liked by 1 person

    • Tulisan inipun belum bisa menggambarkan suasana hati dan kepedihan yang kami rasakan pasca kejadian itu, Sab. Ngga terasa udah setahun berlalu. Yang parah sekarang justru rasa rindunya. Rindu setengah mati :(. Cara kepergian begitu mungkin bagi kita kurang baik ya, tapi aku yakin Allah memilihkan cara terbaik untuk mereka berpulang. Semoga husnul khotimah. Aamiin.

      Like

  6. Hingga kini aq berkeyakinan bahwa slama kita masih bernafas, tak ada satu pun dari kita yg benar2 sembuh dari luka duniawi, entah yg disebabkan oleh apapun itu. Diriku mungkin hanyalah seorang teman dan adek2an baru bagimu,kak. Tapi percayalah kpn pun dirimu perlu sharing dan ngobrol ttg pergumulanmu, I’m yours. Just let me know. Aq yakin Insya Allah kakak akan mampu tuk tetap kuat & melanjutkan ini semua. We’re all here for you.

    Liked by 1 person

    • Aamiin… Insya Allah aku dan adik-adik selalu diberi kekuatan oleh Allah, bang. Terima kasih untuk semua perhatian dan kebaikan hati bang Dolly, ya. Bahagia rasanya punya kalian!☺☺

      Like

  7. memang sulit melupakan seseorang atas kepergiannya. saya oun begitu tapi yakin mereka telah bahagia disana dan kita pun akan bertemu lagi nanti disana. tinggal kita berbuat yang terbaik di dunia ini untuk orang yang kita cintai maupun untuk sesama.

    Like

  8. Tak bosan bosan kita mendoakan orang yang kita sayang, dan yang telah mendahului kita.
    sama seperti awak kak, almarhumah mamak sudah 13 tahun meninggalkan kami, tapi kalau udah rindu, pasti air mata tak terbendung, terisak.. ah, rasanya pengen ketemu, tapi apalah daya. Allah lebih sayang mereka,

    smoga almarhum papa, almarhumah mama, dan almarhum diqa ditempatkan di surga ya kak, disisi Allah, aamiin..

    Semangat terus ya kak.. 🙂

    Liked by 1 person

    • Aamiin Ya Rabb. Iya Jannah, kehilangan itu menyesakkan, apalagi secara tiba-tiba dan sekaligus 3 orang hilangnya. Rindu setengah mati udah pasti. Tapi hilang harapan buat berjumpa lagi di dunia. Iya Jannah, akupun yakin ini cara Allah menyayangi mereka yang udah mendahului kita. Semoga kekuatan slalu menyertai langkah2 kita selanjutnya. Yok, sama2 semangat kita yaaa😀.

      Like

Leave a reply to Molly Cancel reply