Pengalaman Jadi Fasilitator Program Womenwill dan Gapura Digital, Medan

Ilmu yang bermanfaat adalah amal jariah sekaligus legacy. Dan ilmu yang tidak diaktivasi merupakan hal yang sia-sia. Prinsip dasar ini yang membuat aku mau ambil peluang untuk bergabung sebagai salah seorang fasilitator pada program Womenwill dan Gapura Digital di Medan.

Mollyta Mochtar fasilitator Womenwill di Medan

Bulan Februari 2019 lalu menjadi awal yang manis. Saat aku melangkahkan kaki menuju ruang pelatihan di Hotel Swiss-Belinn Medan dan bertemu sejumlah peserta untuk belajar bersama, disitulah keyakinan mulai muncul. Aku ngga salah memutuskan!

Menjalani program pelatihan selama dua hari berturut-turut di akhir pekan tentu bukan hal mudah. Sebab kita wajib mempersiapkan diri sebaik mungkin agar bisa mengikuti jalannya pelatihan hingga selesai.

Masih dari tempat yang sama, pekan berikutnya aku kembali menjalani pelatihan Gapura Digital, sebuah program lain inisiasi dari Google Indonesia. Aku mengantongi rasa optimis bahwa satu saat ilmu tersebut akan bermanfaat. Dan tentu sangat menyenangkan bisa menimba pengetahuan baru soal digital.

Usai itu semua, yang terpenting bukan lagi soal bagaimana kita menyerap ilmu, namun bagaimana cara kita mentransfer ilmu tersebut kepada orang lain.

Sungguh ini sebuah amanah sekaligus pe-er besar.

Mollyta di kelas wirausaha Google Gapura Digital di Medan

Meski berlatarbelakang pendidikan ekonomi dan pernah bekerja di industri perbankan, nyatanya aku masih kurang ‘bersentuhan’ langsung dengan para pelaku UMKM.

Di kantor tempatku bekerja dulu, transaksi keuangan didominasi oleh nasabah yang punya bisnis dengan skala cukup besar. Mereka datang ke bank dengan membawa sejumlah uang tunai bernilai puluhan hingga ratusan juta Rupiah. Hampir setiap hari!

Oleh karenanya saat kesempatan baik tersebut datang, aku penasaran dan ingin tau seperti apa ya lika-liku menjalankan usaha mikro dan kecil. Pasti banyak hal menarik disana.

Suka-duka jadi fasilitator Womenwill dan Gapura Digital

Awalnya tak pernah terbayangkan sama sekali aku bisa jadi seorang fasilitator. Apalagi fasilitator yang mengajarkan ilmu-ilmu pemasaran digital untuk pelaku UMKM. Meski dalam keseharian sebagai blogger aku selalu menggunakan teknologi dan media sosial, tetapi urusan mengajarkan ilmunya tentulah sesuatu yang berbeda.

Tantangan pertama yang kuhadapi adalah membiasakan diri bicara dengan luwes dan terstruktur di depan sejumlah audiens. Tak tanggung-tanggung, terkadang satu kelas bisa dipenuhi lebih dari tujuh puluh peserta pada tiap sesinya.

Kelas wirausaha wanita Womenwill Medan

Di momen perdana sejujurnya bagiku itu bukan hal sepele, meski aku cukup terbiasa membawakan materi seputar literasi untuk jenis audiens berbeda. Sewaktu harus menyampaikan materi dengan variasi tema yang sudah dipersiapkan tim dari Google Indonesia, maka ada proses adaptasi pula disana.

Menguasai materi dan bisa membawakannya dengan baik adalah targetnya. Tapi menurutku yang utama adalah memastikan peserta terkoneksi dengan materi yang diberikan di kelas. Sebab lagi-lagi tingkat pemahaman dan minat setiap orang kan berbeda.

Tugas penting lainnya adalah bagaimana mengajak dan menginspirasi mereka agar mau meng-upgrade diri serta menjadikan teknologi sebagai bagian dalam berbisnis. Sementara masih ada pemilik usaha yang telanjur nyaman meski minim pemanfaatan teknologi. Menurutku justru sayang sekali, karena teknologi yang dipergunakan dengan tepat justru membuat usaha mereka bisa up-scale, kan?

Kelas Womenwill di Medan

Tantangan kedua adalah membekali diri sebaik-baiknya agar dapat berdiskusi dengan peserta sekaligus menjawab berbagai pertanyaan yang mengejutkan dan sama sekali tak mudah. Di beberapa kesempatan, para peserta cukup antusias bertanya. Kebanyakan dari mereka ingin tau bagaimana membuat konten yang baik di platform digital untuk berpromosi.

Sesekali aku masih mendapati sebagian pelaku UMKM yang gagap teknologi dan kurang pede dengan bisnisnya sendiri. Sebagiannya sudah menjalankan usaha selama bertahun-tahun namun masih menemui berbagai kendala terutama soal promosi. Dan ada pula yang ingin punya usaha tapi bingung cara memulainya.

Maka disinilah fasilitator berperan penting untuk menumbuhkan minat belajar hal baru agar usaha milik mereka bisa sustainable.

Belajar fotografi makanan kelas Womenwill Medan

Tantangan lain yang sering kuhadapi adalah soal kiat memenangkan ‘hati’ peserta itu sendiri. Maklum aja, tidak semua peserta punya niat belajar yang sama kan? Ada yang serius mengikuti kelas dan aktif merespon. Namun ada juga yang bersikap pasif dan malah asyik memandangi layar gawainya.

Tantangan yang tak kalah sulit adalah soal manajemen waktu. Padatnya materi membuat fasilitator harus bisa improvisasi dan menyesuaikan dengan peserta yang hadir. Jadi ada semacam keseruan tersendiri saat harus menerjemahkan bahan presentasi kepada peserta di kelas.

Adaptasi perubahan metode pembelajaran dari offline ke online

Setelah menjalani aktivitas berbagi selama lebih dari setahun, aku sudah bisa beradaptasi dengan cukup baik. Di beberapa kesempatan aku juga diberi kepercayaan mengisi kelas partnership dengan sejumlah komunitas maupun kampus. Ini juga sebuah pengalaman berbeda, karena pesertanya tidak melulu berasal dari kalangan wirausaha.

Kelas partnership Womenwill di Medan

Kelas partnership untuk Womenwill Medan

Kelas partnership di kampus untuk Womenwill Medan

Saat pandemi Covid-19 seperti sekarang terjadi perubahan metode belajar. Terhitung sejak awal Maret 2020 lalu, kelas offline ditiadakan dan diganti dengan pembelajaran secara online dari rumah masing-masing.

Perubahan metode mengajar tidak sesederhana yang dipikirkan orang. Artinya, bukan sekadar memindahkan peserta dari dalam kelas. Bukan pula semata-mata memindahkan bahan presentasi di kelas ke layar laptop.

Setelah dijalani, ternyata tantangannya jauh lebih besar!

Kelas online Womenwill Medan

Kelas Digital Entrepreneurship Google dan Kominfo

Saat berada di kelas, kita bisa memaksimalkan mimik, gestur, dan suara untuk menarik perhatian audiens. Begitu juga kalau mengajak peserta berinteraksi atau melakukan proses tanya jawab.

Ini beda halnya waktu kita harus tatap muka dengan peserta hanya lewat layar laptop.

Energi yang dikeluarkan berkali lipat besarnya. Belum lagi ada delay yang menyebabkan peserta sulit mengikuti pembahasan secara lengkap. Bahkan bisa juga terjadi masalah koneksi internet yang ngga selalu stabil paripurna. Dan yang tersulit adalah membangun chemistry dengan peserta sementara durasi mengajar dipangkas jadi lebih singkat.

Untukku sendiri, tak pernah ada permulaan yang mudah. Seiring waktu dan rutinnya mengisi kelas daring setiap pekan, akhirnya aku menemukan cara sendiri untuk bisa membawakan materi dengan lebih nyaman.

Aku paham tak semua orang akrab dengan metode belajar online seperti ini. Tantangan terbesar bagi para pelaku UMKM tentulah soal membagi waktu antara mendengarkan materi ajar dengan kesibukannya menjalankan usaha. Artinya, mereka punya hambatan menjaga fokus. Dan aku sangat memaklumi hal tersebut.

Oleh karena itu, aku berupaya lebih banyak memberikan insight (pandangan) terkait materi yang sedang dibawakan. Menyadarkan bahwa sekecil apapun bisnis mereka, harus diberi perhatian penuh supaya kelak bisa bertumbuh. Karena tak ada kesuksesan tanpa kerja keras. Semoga dorongan semangat untuk belajar berwirausaha dengan lebih kekinian bisa diterima baik oleh peserta.

Mengajar sekaligus belajar

Di beberapa kesempatan ada sejumlah orang yang bertanya soal aktivitas mengajar ini. Kalimat ‘Rajin kali Kakak ngisi kelas hampir tiap minggu’ atau ‘Apa manfaat yang udah Kakak dapat dari sekian lama jadi fasil’ adalah sebagian kecil yang sering ditanya atau dikomentari.

Well, aku ngga pernah tau kalau ternyata punya kesenangan mengajar sebelum aku mengalaminya sendiri. Dari kegiatan ini sebetulnya jadi sebuah cara untuk aku terus membangun hubungan lewat ilmu dan belajar menekan ego. Karena sebetulnya mentransfer pengetahuan itu bukan untuk memamerkan kemampuan diri kita kok. Melainkan justru untuk menumbuhkan sikap ikhlas berbagi.

Toh yang namanya waktu, energi, dan ilmu adalah milik kita yang berharga, kan?

Aku bersyukur sekali sudah dibukakan jalan dan peluang baik mendapatkan ilmu gratis sekaligus kesempatan mengaktivasinya. Sebab kembali lagi seperti di awal bahwa ilmu baru menjadi manfaat kalau sudah diaktivasi. Apalagi kalau betul-betul diamalkan oleh yang belajar.

Aku mengawali proses ini dengan niat belajar, lalu kemudian mengajarkannya kembali. Istimewanya, di perjalanan aku justru mendapat pelajaran lain yang ngga kalah berharga. Sungguh menurutku ini sebuah jalan kebaikan yang harus terus dipupuk.

Mollyta Mochtar fasilitator Womenwill Medan

Selama setahun lebih aku sudah dapat banyak sekali ilmu tentang wirausaha, pengetahuan digital marketing, dan aspek sosial lainnya. Aku juga tak lupa belajar hal penting seperti cara menyampaikan materi dengan lebih baik, seperti misalnya public speaking dan voice optimization.

Ngga hanya berkutat soal teknis, aku pun jadi belajar kontrol diri dan berusaha memuliakan orang lain, terutama para peserta di kelas. Karena aku yakin mereka adalah orang-orang hebat yang patut diberi apresiasi karena bersedia belajar bersama.

Janganlah sesekali kita merasa lebih hebat dari mereka. Tapi jadikan kesempatan sharing tersebut sebagai upaya melunakkan ego pribadi untuk membantu orang lain mencapai jalan suksesnya.

Aku belum sempurna dalam mengajar. Belum juga lihai mentransfer berbagai pengetahuan. Masih banyak sekali yang perlu kuperbaiki. Aku sadar bahwa kemampuanku memahami ilmu tentang pemanfaatan digital bagi usaha juga tidaklah luar biasa. Tapi aku berupaya terus memperbaiki kekurangan tersebut.

Malah aku yang lebih banyak belajar dan menyerap pengalaman menarik dari para pelaku UMKM yang jadi peserta kelas. Mengamati cara mereka mewujudkan mimpinya untuk punya bisnis sendiri, mengeksplorasi kemampuan menciptakan produk unggulan, bahkan belajar kiat mereka mempertahankan bisnis saat kondisi sedang tidak baik-baik saja.

Dan itu semua priceless!

Jadi, kenapa aku harus ragu untuk berbagi kan? Ngga ada ruginya sama sekali kok. Kalau kita ikhlas dan senang melakukannya, bukan ngga mungkin justru mendapat lebih dari yang kita duga, termasuk terbukanya pintu-pintu kesempatan baik lain. Alhamdulillah banget, kan?

Baca juga : Pelatihan Program Womenwill dan Gapura Digital oleh Google Indonesia di Jakarta

***

Meski pandemi belum berakhir, semangat kita jangan sampai pudar. Lakukan aja apa yang kita bisa. Bertahan dan tetap belajar hal-hal yang mendukung pengembangan diri sekaligus pertumbuhan bisnis tadi.

Ingatlah, kesuksesan bisnis tergantung pada pengelolaan usaha yang baik dan terukur. Maka jangan ragu memanfaatkan perangkat digital untuk memudahkan usaha sekaligus memperluas jangkauan.

Pesanku untuk teman-teman pelaku UMKM, yuk kita perkaya diri lewat ilmu kewirausahaan dan digital marketing, ya. Supaya bisnisnya bisa naik kelas. Aamiin.

Dan teruntuk diriku sendiri, semoga ngga bosan belajar dan berbagi manfaat ya, Mol.

Stay safe and healthy!

Mollyta fasilitator Gapura Digital dan Womenwill Medan

 

 

 

10 thoughts on “Pengalaman Jadi Fasilitator Program Womenwill dan Gapura Digital, Medan

    • Halo Mba, untuk program Womenwill memang dikhususkan untuk wanita. Materinya ngga serumit Gapura Digital yang lebih banyak bahasan teknis kayak SEO dan lain-lain. Kapan-kapan ikut aja sesi WW, Mba. Belakangan pindah ke Youtube Channel dan tetap registrasi dulu sebagai pesertaπŸ˜€.

      Like

Yuk, silakan berkomentar disini. DILARANG meninggalkan link hidup di kolom komentar.