Tersesat di Beijing !

Tiba di wilayah Wangfujing yang terletak di Distrik Dongcheng membuat mataku terasa dimanjakan. Di sepanjang jalan yang berukuran 810 meter dengan lebar 40 meter ini terdapat pusat-pusat perbelanjaan modern! Wow… badan yang rasanya lelah serta mata yang tinggal 20 watt karena mengantuk langsung terasa segar. Eits tapi tunggu dulu, selain ini masih sangat pagi, kami berdua masih harus menemukan letak hotel Citytel Inn terlebih dahulu.

DCIM100GOPROG0012178.
Suasana pagi hari di Wangfujing

TERSESAT DI WANGFUJING, BEIJING

Tak jauh dari exit B1 subway Wangfujing terlihat seseorang berseragam polisi tengah berdiri. Aku lantas menghampirinya dan mulai menanyakan alamat hotel yang dimaksud sambil menyodorkan nama dan alamat hotel yang tertulis dalam aksara China. Ia hanya menggelengkan kepalanya menandakan tak tahu tempatnya. Hmm… baiklah, kalau polisi yang berjaga disekitar saja sudah tidak tau bagaimana pula dengan orang lain?

Kami berjalan menyusuri jalan Wangfujing hingga menemukan sebuah kios penjual minuman. Suamiku bertanya pada seorang bapak penjualnya. Dalam bahasa Inggris terpatah-patah ia mengatakan agar kami menunggu sebentar karena ia akan menanyakan alamat tersebut pada seorang temannya.

Tak lama kemudian ia berusaha menjelaskan alamat tadi sambil menunjuk-nunjuk lurus ke depan. Sepertinya ia ingin mengatakan agar kami menemukan persimpangan jalan lalu berbelok ke kanan. Sambil mengucapkan terima kasih, kamipun berlalu.

Kaki berjalan menyusuri jalan dan berbelok ke arah yang ditunjukkan tadi. Malangnya hingga berjalan ratusan meter, kami tak berhasil menemukan alamatnya !

“Kok bisa gak kelihatan ya bang, padahal Molly yakin ini bukan hotel yang ada di dalam gang, udah di cek posisinya memang gak jauh dari Wangfujing waktu pesan dari Agoda” ucapku pada suami.

Aku mulai gelisah saat beberapa orang yang kami tanya di sepanjang jalan memberikan keterangan yang berbeda-beda. Gawat, masa sih tak seorangpun yang tau alamat hotel ini? Kakiku mulai terasa capek sebab kami sudah berjalan berputar-putar. Aplikasi Google Maps maupun Waze di smartphone-ku samasekali tak membantu, malah semakin membingungkan. Oh Tuhan… *putus asa*

“Bang, kayaknya udah gak sanggup jalan lagi, apa kita cari taxi aja ya? ” aku mulai menyerah karena kecapean.

Kakiku udah berasa diseret untuk jalan, pikiran mulai gak fokus, belum lagi diperparah dengan kondisi perut yang lapar sebab sejak tengah malam tadi aku hanya makan sepotong muffin. Efek kelelahan karena perjalanan yang panjang sejak dari Medan menuju Kuala Lumpur hingga tiba di Beijing, plus begadang hingga pagi membuat badanku rasanya udah gak karuan.

“Molly duduk aja disini ya, babang jalan kesana dulu siapa tau ada orang yang bisa ditanya lagi” suamiku berusaha menenangkan aku yang mulai manyun.

Saat duduk di depan sebuah kios aku baru teringat ternyata aku membawa peta kota Beijing. Aku mulai membuka lembaran peta yang besar untuk mencari nama jalannya. Tak lama kemudian suamiku kembali dan mengatakan bahwa kita harus berjalan kearah kanan. Aku menunjukkan padanya bahwa kita harus berjalan kembali kearah kiri sesuai yang tertera di dalam peta. Sepertinya kami memang sudah salah berbelok.

Sepanjang jalan kami masih memastikan alamat tadi dengan bertanya pada orang-orang. Aku baru menyadari bahwa ternyata kendala bahasa yang sering dikhawatirkan orang-orang yang bepergian ke China rupanya benar!

Kebanyakan mereka tak bisa berbahasa Inggris walau untuk komunikasi sederhana sekalipun. Pantas aja seorang temanku pernah menanyakan apakah aku dan suami yakin berangkat ke China secara mandiri. Itu juga yang membuat kami berdua justru merasa tertantang. Hahaha.

Seseorang akhirnya menyelamatkan kami dengan menjelaskan alamat yang sebenarnya. Bahkan saat aku akan menyeberang jalan dan nyaris ditabrak oleh sepeda motor dinamo yang tak bersuara dari arah kiri, lelaki muda itu masih sempat menghampiri kami untuk menunjukkan arah yang tepat.

Huuufft… hampir saja aku ketabrak motor yang melaju cukup kencang. Mungkin kebiasaan kita kalau menyeberang di Indonesia kan memperhatikan sebelah kanan jalan, sementara di China yang notabene letak setir kendaraan ada di sisi kiri (terbalik dengan Indonesia) membuat kendaraan akan melaju dari arah sebaliknya.

Akhirnya kami menemukan hotel Citytel Inn yang ternyata berada di sebuah jalan besar tepat 1 blok dibalik jalan Wangfujing! Sebel gak sih… udah muter-muter gak jelas eh rupanya memang dekat aja. Coba kalau orang-orang ditanyain pada ngerti bahasa Inggris pasti kami gak bakalan kesasar jauh begini. Waktupun terbuang percuma selama hampir 2 jam akibat tersesat. Ya sudahlah…

Resepsionis hotel mempersilahkan kami untuk langsung masuk ke dalam kamar usai mengecek kembali pemesananku via Agoda. Padahal waktu belum menunjukkan pukul 1 siang alias belum waktunya untuk check-in. Alhamdulillah… akhirnya kami bisa merebahkan badan dan meluruskan kaki yang capek ini sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian seorang wanita petugas room service mengetuk pintu kamar kami dan menyerahkan 2 (dua) pasang sandal yang dibungkus plastik tertutup kepada suamiku tanpa berkata apa-apa. Well…  pihak hotel memberikan complimentary, begitu pikirku.

TERSESAT MENUJU MASJID NIU JIE

Karena lelah kamipun beristirahat hingga hampir siang. Perutku lapar, dan kami belum makan apapun lagi. Karena belum familiar dengan area Wangfujing untuk mencari dimana letak restoran HALAL, aku dan suami mengganjal perut dengan mie instan berukuran mini yang aku bawa dari Medan sebelum makan siang nanti. Tak lupa aku memasukkan beberapa potong coklat Snickers untuk persiapan bila belum sempat makan, dan sebotol air mineral ke dalam backpack-ku. Kami akan menuju ke Ox Street, sebuah kawasan muslim di kota Beijing.

2015-11-06 11.52.56
Bersiap menuju tempat berikutnya

Tujuan perjalanan kami pertama kali adalah Masjid Niu Jie (Niu Jie Li Bai). Untuk menuju kesana kami harus menggunakan Metro dan bus umum. Berpindah dari line 1 ke line 2 dan turun di Changchunjie Station exit A, kami sempat kebingungan mencari dimana letak halte bus yang akan membawa kami ke tujuan.

Setelah melihat papan petunjuk sesaat sesudah keluar dari stasiun subway, kami berputar mengitari stasiun subway untuk mencari keberadaan halte, sampai akhirnya terlihat ada bus yang berhenti di sebuah tempat. Di Indonesia biasanya yang namanya halte bus dinaungi atap dan ada tempat untuk duduk seadanya.

Nah… halte yang kami lihat ini nyaris tak ada tanda selain sebuah papan yang hanya bertuliskan nomor-nomor bus yang berhenti disitu saja tanpa ada keterangan tempat samasekali. Yaelaaah… siapa juga yang ngeh kalau itu namanya halte?

Kamipun menaiki bus no 10 setelah sempat bertanya satu kali pada seorang bapak yang juga menunggu bus. Aku hanya menunjukkan nama tempat yang kami tuju yang sudah bertuliskan aksara China. Sejak masih di Medan aku sudah mempersiapkan nama-nama tempat wisata tujuan kami selama berada di China dalam tulisan Pin Yin agar memudahkan kami untuk bertanya.

Di Beijing orang tak terbiasa membaca huruf/tulisan latin. Mereka hanya membaca ejaan yang ditulis dalam tulisan Pin Yin saja. Gawat gak tuh? *kepala langsung berasa cekot-cekot*. Bertanya model beginipun gak selalu sukses loh, beberapa orang yang sempat kami tanya malah tampak bingung seperti orang yang buta huruf ! Hwooooaaaaaaaa….. 

DSC_0196
Penampakan bus umum
DSC_0198
Aku berdiri di dalam bus

Akhirnya kamipun naik ke bus bernomor 10. Sebelum masuk, kartu Yikatong di-tap-kan di sebuah mesin di dekat pintu masuk dan pulsa otomatis terpotong. Rata-rata tarif bus umum adalah CNY 2 untuk sekali jalan per orang. Di dalam bus hanya ada semacam running text bertuliskan aksara China yang samasekali tidak kumengerti.

Aku mencoba memperhatikan ke seluruh sisi bus, siapa tau ada petunjuk dalam huruf latin. Di ujung kiri atas ada gambar jalur perhentian tiap halte dalam tulisan latin, namun sialnya running text yang menunjukkan nama halte perhentiannya justru memakai aksara China. Ya ampun… ini sih sama aja bikin bingung !

Pengemudi bus yang kebetulan seorang wanita tak henti-hentinya bersuara dengan lantang dalam bahasa Mandarin setiap kali akan berhenti di sebuah halte. Suasana di dalam bus yang tak berpendingin udara tersebut terasa semakin berisik.

Aku bertanya pada sang pengemudi sambil menunjukkan tulisan Masjid Niu Jie dalam aksara China. Iapun nyerocos dalam bahasa Mandarin sampai aku bengong. Alamak… aku jadi bingung, terus gimana caranya supaya kami tau turun di halte yang tepat?  *mulai panik*.

Bus melambat saat akan berhenti di sebuah halte. Sang pengemudi berbicara Mandarin kepadaku sambil menunjuk-nunjuk ke seberang. Karena aku juga bingung, aku menganggukan kepala saja lalu turun dari bus. Ini maksudnya apa ya? Dia mau bilang masjidnya ada di seberang atau kami disuruh pindah bus di seberang jalan? Kacau!

Suamiku pun bertanya pada hampir setiap orang yang kami temui di seberang jalan. Dari mulai bapak tua tukang sapu, petugas security sebuah gedung, ibu-ibu hingga remaja. Semuanya tak memberikan kami petunjuk, sebab mereka bahkan tak mengerti saat ditanya dalam bahasa Inggris sederhana! Dikasih tunjuk tulisan Pin Yin juga masih bingung.

Hingga akhirnya suamiku bertanya pada seorang gadis yang tampak terpelajar. Iapun menjawab dengan bahasa Inggris seadanya sambil menunjuk papan nomor bus. Lalu iapun buru-buru naik ke bus lain yang telah menunggu. Ternyata kami berdua sudah betul naik bus no 10 tapi salah arah alias terbalik ! Di dalam bus aku dan suami akhirnya menertawakan diri kami sendiri yang sudah nyasar untuk kedua kalinya di hari pertama tiba di Beijing !

Getting lost is not a waste of time. To travel is to evolve (Pierre Bernard)

Setelah naik bus lagi dan turun di halte yang tepat, mukaku mulai pucat. Aku lemas karena belum makan dengan benar. Kami masih berusaha mencari restoran Halal untuk makan siang yang terlambat ini.

Saat melihat sebuah restoran muslim, kamipun masuk. Sampai di dalam tak satupun yang mengerti bahasa Inggris ! Menu makanan yang mereka perlihatkan juga tak ada contoh gambar makanannya, hanya tulisan aksara China. Aku makin lemas, pupus harapan bisa langsung memesan makanan. Kamipun memilih untuk keluar dari tempat itu. *Ya Allah, mau makan aja repot bener… hiks*

Disisi kanan terlihat sebuah supermarket muslim. Akupun masuk kesana sambil membeli makanan ringan dan sebotol air mineral. Sementara aku mengunyah makanan sambil duduk di depan supermarket, suamiku berjalan sambil mencari keberadaan sang masjid.

Ternyata masjid itu berada tak jauh dari posisi aku duduk, namun kami harus menyeberang jalan dahulu. Tak seperti di Indonesia, sebuah bangunan masjid pasti tampak menonjol. Sementara masjid Niu Jie justru tak berbentuk seperti masjid pada umumnya, melainkan lebih mirip sebuah kelenteng !  *pantesan bingung nyarinya*

Sebelum menuju masjid, aku dan suami masuk ke dalam restoran muslim lainnya. Salah satu cara yang menandakan restoran Halal adalah biasanya bangunan akan dicat berwarna hijau. Dan bila kita perhatikan ada tulisan Arab disamping nama restoran tersebut.

*Tulisan mengenai kuliner selama berada di China akan dibahas di judul terpisah.

Perut sudah mulai hangat terisi makanan. Kakipun cukup beristirahat. Kami berdua menyeberang jalan menuju masjid Niu Jie. Seorang bapak separuh baya yang duduk di depan pintu masuk menuju masjid tersenyum dan menanyakan kami berasal dari mana.

“We`re from Indonesia, Assalaamu`alaikum…” suamiku mengucapkan salam kepadanya.

Iapun langsung tampak sumringah dan menyambut hangat kedatangan kami sebagai sesama muslim. Begitulah mungkin yang mereka rasakan saat bertemu saudara sesama muslim yang berasal dari berbagai negara. Muslim menjadi agama minoritas di China, namun perkembangannya cukup baik di tengah-tengah paham komunis yang menjadi simbol negara China.

20151013_163001
Alhamdulillah, sampai juga disini

Niu Jie adalah masjid tertua dan paling bersejarah yang terletak di bagian selatan Beijing. Di wilayah ini sejak dulu banyak terdapat penjual daging sapi, oleh sebab itu masjid inipun dinamakan Niu Jie  (yang artinya “sapi”).

Bangunan berwarna abu-abu tua dengan ukiran khas China mewarnai setiap bagian lengkungan atapnya. Samasekali tak mirip dengan bangunan masjid pada umumnya. Sekilas tampak seperti sebuah kelenteng China, bukan bergaya Timur Tengah.

Terletak di lahan seluas 6000 meter persegi, selain bangunan ruang untuk sholat, tampak beberapa bangunan lain seperti makam dan madrasah. Uniknya, masjid di China mempunyai 2 ruang sholat yang terpisah antara pria maupun wanita (tidak berada satu atap). Masjid yang didominasi kayu ini sangat kental akan unsur budaya Chinanya, yang berpadu dengan ornamen khas Arab.

Di sekitar masjid yang telah berdiri sejak tahun 996 Masehi terdapat beberapa pemukiman muslim serta restoran-restoran yang khusus menyediakan makanan Halal. Sayangnya lokasi ini cukup jauh dari area Wangfujing tempat kami menginap.

DSCF7811
Salah satu bangunan di area masjid
DSCF7816
Bentuk bangunannya sangat khas
20151013_162112-01
Bangunan utama masjid (ruang sholat)
20151013_160343
Wajah-wajah muslim di Beijing
20151013_160441
Sebagian kecil wanita muslim di Beijing
DSCF7804
Masjid Niu Jie
20151013_163806
Sore di kawasan Ox street
20151013_172050
Malam di Beijing

Hari hampir malam, tak terasa kami telah menghabiskan waktu cukup lama di tempat ini karena kesasar. Kamipun kembali naik bus no 10 menuju stasiun subway Changchunjie.

Namun karena waktu menunjukkan pukul 6 sore dan bertepatan dengan waktu pulang para karyawan kantor, kamipun sempat merasakan antrian panjang untuk memasuki stasiun subway dan berdesakan di dalam Metro menuju Wangfujing. Beginilah pengalaman nyasar di hari pertama berada di kota Beijing. Capek tapi seru ! Hahaha..

Dari Wangfujing –> Masjid Niu Jie :

Metro line 1 turun di stasiun Fuxingmen, pindah ke line 2 turun di stasiun Changchunjie, keluar di Exit A. Naik bus no 10, turun di halte Niu Jie Li Bai Si.

Baca sebelumnya : Welcome To Beijing

 

*Foto-foto ini diambil menggunakan smartphone Samsung Galaxy S6, GoPro Hero 4 Silver, dan kamera mirrorless Fujifilm X-M1 (di-resize).

 

 

 

 

 

 

 

 

18 thoughts on “Tersesat di Beijing !

    • Hahaha… nyasar memang seru Rud, tapi kalo udah gak bisa nanya arah gegara gagap bahasa keknya jadi horror juga 😁😁. Berasa jadi monyet, aku tanya orang dia bingung garuk-garuk kepala… pas dia ngomong awak yang garuk-garuk kepala gak ngerti… hihihi 😂😂.

      Like

    • Kalo nyasar masih bisa nanya-nanya sama orang siy aku masih okelah. Nah kalo udah gak nyambung komunikasi pas nanyain orang gegara gak ngerti bahasanya… itu baru gawat.. hohoho 😀. Edisi kuliner mau diposting diujung-ujung aja biar dirapel semua tempatnya ya 😉.

      Like

  1. memang yang paling seram kalo ga bisa komunikasi kak, aduh kalo iyah pasti udah keringat dingin kak hahaha ditunggu episod dari cina selanjutnya kak 😀

    Like

    • Bikin stress Yah… udah nyasar tapi gak bisa nanyain ke orang-orang 😂. Segala bahasa isyarat udah keluar, bahasa kalbu juga… teteeeeup gak ngerti diaaaaa… whoooaaa 😭😭.

      Like

  2. Salah satu yg bikin traveling keluar negeri seru itu nyasar2 keyaa gini ya mbak..apalagi klo ada kendala bahasa kita bener2 diuji kesabaran hehhehe….
    Betewe masjidnya cantik bener..mirip sama masjid cheng ho di surabaya mbak

    Like

    • Iya mba… nyasar pas traveling di luar negri udah beberapa kali ngalamin, tapi rata-rata masih bisa nanya ke orang pake bahasa Inggris. Lah di China ini ajaib, nanya apa-apa orangnya pasang muka bingung alias gak ngerti 😭. Cuma sedikiiiit banget yang ngerti Inggris, itupun parah. Ke China memang uji mental & kesabaran mba, padahal aku udah bekal macem-macem sampe google translate segala dikeluarin hahaha 😁.

      Masjid Niu Jie bener mirip masjid Cheng Ho… kebetulan dulu aku udah liat yang di Surabaya😊. Ornamennya bagus yah… unik juga.

      Like

    • Nyasar yang mendebarkan itu Ly.. hahaha 😀. Parah kali, susah diajak becakap Inggris… udah pake bahasa tubuh pun masih ribet 😆. Tapi seru memang.. hihihi. Oya, masjidnya cakep Ly… ornamennya itu loh yang unik 😊.

      Like

  3. bisa ngebayangin gimana kesel dan bingungnya kalau situasinya kayak gini. tapi emang nyasar itu biasanya jadi pengalaman seru dan tak terlupakan bagi para traveler. harus bener-bener siapin mental kalo mau traveling kesini ya kak hehehhee..

    Like

    • Bener Di… campur panik dikit hehehe😀. Tapi ya dijalanin aja kesesatan tadi.. tetep seru juga. Traveling ke China memang gak mudah, gagap bahasa bikin kita kudu siapin mental baja.. hahaha 😊.

      Like

  4. Mbak molly… Paket roaming telkomsel di beijing bisa untuk buka google and google maps gak yah. Kebetulan bulan juni ini saya akan ke beijing tanpa tour. Mohon penjelasannya.

    Like

    • Bisa, Mas Bambang. Semua provider dari Indonesia termasuk Telkomsel bisa dipakai untuk akses Google maupun Maps di sana. Termasuk juga aplikasi chat juga media sosial.

      Like

Leave a reply to Bambang Cancel reply