Warna-warni Giliyang, Pulau Cantik di Kabupaten Sumenep — Hujan rintik-rintik mulai membasahi jalan yang dilalui oleh bus yang kami tumpangi. Seperti kebanyakan pulau yang ada di Indonesia, cuaca di pulau Madura inipun kerap berubah-ubah. Panas terik bisa berganti hujan dengan cepatnya.
Sesaat kemudian bus berhenti. Rupanya kami telah tiba di pelabuhan Dungkek, kabupaten Sumenep. Dengan terburu-buru aku memindahkan sebagian isi backpack lalu mengisinya dengan sepasang pakaian untuk dipakai esok hari berikut peralatan mandi. Padahal backpack ungu yang tak terlalu besar itu sudah cukup penuh dengan perlengkapan lain, termasuk kamera mirrorless. Acara bongkar koperpun dilakoni dengan cepat di dekat sebuah lapak, tak jauh dari parkiran bus. Repot? Pasti!
Untuk menyeberang ke Giliyang, aku dan teman-teman hanya membawa perlengkapan seperlunya dalam sebuah tas. Barang-barang lainnya ditinggalkan di dalam bus yang tengah parkir. Di pelabuhan, dua buah perahu motor milik nelayan telah siap untuk membawa kami menuju Giliyang.

Untung saja cuaca hari itu cukup bagus. Hujan yang turun rintik-rintik serta angin yang berhembus tidak sampai membuat perut terasa diaduk-aduk karena gelombang. Perjalanan selama 45 menit itupun terasa menyenangkan. Siang hari kamipun tiba di Giliyang. Alhamdulillah.

Giliyang merupakan sebuah pulau yang melintang dari Utara ke Selatan, tidak seperti mayoritas pulau lain di Indonesia. Sebuah kendaraan roda tiga menjadi alat transportasi utama di Giliyang. Mereka menyebutnya dorkas. Kendaraan ini bisa memuat penumpang hingga 8 orang. Di tengah rintik hujan, dorkas melaju di jalan kecil yang telah ber-paving rapi untuk membawa kami menuju tempat menginap. Seru!



Giliyang adalah sebuah pulau berpenghuni di Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep yang memiliki kadar oksigen tertinggi ke-2 di dunia, setelah Yordania. Wow! Di pulau ini orang bisa hidup lebih sehat dan panjang umur.
Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang bekerja sama dengan Bappeda Sumenep pada tahun 2006, kandungan oksigen di Giliyang berada pada kisaran 3,3 hingga 4,8 persen di atas normal. Mereka melakukan riset selama 6 bulan di Giliyang dengan berpindah dari satu titik ke titik yang lain. Akhirnya ditemukanlah 17 titik oksigen yang masih dirahasiakan. Namun 1 titik diberitahukan oleh masyarakat sekitar kepada komunitas Plat-M. Pada bulan Desember tahun 2011 Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumenep juga melakukan penelitian mengenai hal itu. Hingga diperoleh hasil bahwa kandungan oksigen di Giliyang memang berada di atas rata-rata wilayah lain, yakni sekitar 21 persen.
Oksigen di Giliyang baru dapat dirasakan pada dini hari setelah pukul 01.00 Wib hingga sebelum subuh. Pada jam 03.30 Wib oksigen terasa seperti tertiup AC dengan intensitas yang sangat kecil.
Perut yang mulai bergemuruh lapar akhirnya dimanjakan oleh hidangan khas Giliyang yang dimasak oleh warga. Kamipun tenggelam dalam keheningan sembari menikmati hidangan yang tersaji di depan mata. Hidangan sederhana yang dipersiapkan khusus bagi rombongan bloger. Di tempat ini juga aku pertama kalinya melihat siwalan yang berasal dari pohon lontar dan telah diolah menjadi gula.
Ada Apa di Goa Mahakarya?
Keunikan Giliyang tak hanya pada kadar oksigennya yang melimpah. Sebuah gua bernama Goa Mahakarya menjadi salah satu spot menarik yang dapat disambangi. Goa ini terletak di desa Banraas yang berjarak 3 kilometer dari tepi pantai Giliyang. Dengan menumpang kendaraan dorkas dan disambung berjalan kaki beberapa ratus meter, aku dan teman-teman sampai di depan mulut goa.

Ditemani oleh seorang pemandu lokal, aku mulai memasuki mulut goa yang sempit. Berjalan dengan sedikit membungkuk menjadi sebuah keharusan bila tak ingin kepala membentur stalaktit. Hanya penerangan seadanya yang bersumber dari lampu senter yang memandu setiap langkah agar tidak terjatuh.
Dahulu, Goa Mahakarya disebut juga sebagai Goa Celeng karena cukup banyak populasi babi yang berada di sekitar gua. Namun kini pengunjung yang datang tidak akan menyaksikan babi yang berkeliaran lagi.

Petualangan di dalam goa bersama pemandu menjadi pengalaman tersendiri untukku. Berbagai stalaktit dan stalakmit indah menghiasi setiap sisi yang kita lalui. Aku bahkan masih bisa menyaksikan tetesan air yang berasal dari salah satu stalaktit. Untuk menjaga agar air tetap terjaga kebersihannya, pengunjung dilarang menyentuh bagian dari stalaktit tersebut melainkan hanya tetesan airnya saja.

Beberapa ornamen bebatuan indah juga bisa disaksikan di dalam gua yang cukup lega ini. Bagai sebuah mahakarya alami. Semoga keindahannya tetap terjaga hingga nanti.
Usai berkeliling di 7 ruangan bersama pemandu, aku dan teman-teman kembali keluar gua setelah melewati lorong sempit dan sedikit membuat sesak akibat kurangnya asupan oksigen dan gelap yang pekat.
Menanti Matahari Terbit di Pantai Ropet
Setelah menghabiskan malam di pulau ini, saatnya menuju sebuah tempat cantik untuk menikmati sunrise. Dengan menumpang dorkas, kami dibawa ke sebuah lokasi bernama Pantai Ropet.

Langit ternyata tak sepenuhnya cerah. Sinar matahari yang dinanti muncul terhalang kabut tipis. Berdiri di atas tebing dan memandang laut lepas begitu menyenangkan hati. Ditambah lagi menghirup udara segar yang maksimal. Sungguh sebuah kesempatan manis yang memorable untukku. Apesnya, entah kenapa justru di tempat inilah kamera mirrorless ku tiba-tiba ngadat. Sehingga aku terpaksa menggunakan kamera smartphone saja untuk memotret di Pantai Ropet ini.


Menu sarapan yang telah disiapkan oleh masyarakat Giliyang tentu menjadi sesuatu yang berharga bagi kami sebagai “tamu” di pulau ini. Aku menyaksikan sendiri keramahan warga Giliyang yang tampak senang menyambut kedatangan kami sejak hari kemarin.
Sebelum matahari bergerak naik, kami meninggalkan Giliyang menuju pelabuhan Dungkek dengan menumpang kapal motor. Aku menikmati perjalanan penuh kesan kali ini. Meninggalkan Giliyang yang unik dan meneruskan perjalanan ke tempat baru selanjutnya.
(Bersambung)
Baca sebelumnya : Mengintip Pesona Air Terjun Toroan di Kabupaten Sampang, Madura
Baca juga : #MenduniakanMadura: Mengawali Perjalanan Hingga Menuju Hutan Kera Nepa
*Foto-foto di atas diambil menggunakan kamera mirrorless Fujifilm X-M1 27mm dan smartphone Samsung Galaxy S6 (semua di-resize)
Huaa muat ya buat ber-8 haha kalo aku ikutan udah ambil jatah 3 atau 4 orang tuh 🙂
LikeLike
Muat dong kak. Hahahaha. Secara badan singset semua😂. Duh, kalo kak Yan ngabisin jatah tempat, mendingan berdiri aja di tengah-tengah. Hahahaha😂
LikeLike
Buat kesehatan dalam tubuh boleh tuh berlama-lama tinggal di Gilyang menikmati oksigen yang melimpah itu.
Guanya cakep ya.
LikeLike
Kalau tinggal di sana bakalan awet muda dan mudah-mudahan lebih sehat😀.
LikeLike
Tempatnya lumayan sepi.. kayaknya cocok buat cari inspirasi.. 😁
LikeLike
Yang pasti ngga tercemar asap knalpot kendaraan bermotor😀. Tapi listriknya terbatas di sana.
LikeLike
Paten kali lah itu kak, sesekali perlu juga mengasingkan diri ke tempat kayak gitu.. 😁
LikeLike
Boleh… boleh dicoba😀
LikeLike
Enaknya kaak.. 🙂
LikeLike
Asik Chi. Ayo main ke Giliyang nya Madura😀.
LikeLike
Siip kak, diagendakan. Haha gaya kalii
LikeLike
Aamiin😀.
LikeLiked by 1 person
Ehm ternyata tempat wisata di Madura banyak ya mbak. Pernah ke Madura tapi nyebrang doang balik lagi. Kayaknya next time perlu Explore Madura nih, pengen ngrasain ogsigen di Sumenep.
LikeLike
Madura punya banyak wisata alam yang kece. Kapan-kapan wajib mampir ke Giliyang, ya😀.
LikeLike
aku masih belum nemu jawaban. kenapa populasi babinya semakin sedikit ya. dan musnah gt. wkwkw. apakah warga giliyang makan babi? kan muslim smua toh.
wah, kameramu ngadat mba? padahal aku dulu demen Fuji. Naksir sama lensa fix mu. wkwkw.
eh. ada artikel baru juga d blogku. yuk mampir. kedip2
LikeLike
Nah itu dia aku juga ga ngerti penyebab populasi babi di sana berkurang banyak. Kayaknya ngga mungkin dikonsumsi masyarakatnya, kan? Iya Nif, seumur-umur baru kali ini si Fuji ngadat😣. Ternyata pas di utak-atik dikit di rumah eh malah bisa, sampe sekarang aman. Hehehe. Kayaknya ada setelan yang ngga pas gitu. Pake Fuji enak siy, aku lama-lama terbiasa pake lensa fix, Nif. Di rumah ada 2 lensa fix lain. Hahaha. Eh iya aku belom mampir lagi ke blogmu. Cuuusss…
LikeLike
Jadi penasaraan nih mbaak pengen explore Pulau Gili Iyang. .
Pasti udara disana masih segar dan fresh banget yaaa. Sik asikkk seru banget kayanya apalagi banyak tempat wisata lainnya yg bisa dikunjungi. Tfs mbak molly. Salam kenaal 😁🙏
LikeLike
Salam kenal juga, ya☺. Ayo eksplor Madura, terutama Giliyang nya yang cantik itu😀.
LikeLike
Ditunggu cerita lanjutannya mba 😀
LikeLike
Siaaaap mba Fika😀
LikeLike
Selain punya kadar oksigen tertinggi no 2, pulaunya juga objek wisata yang cantik-cantik.
Keren….
LikeLike
Eksplor Madura menyenangkan! Terutama Giliyang itu😀.
LikeLike
Wah…asiknya kak.
Itu fosilnya masih dirawat terus ya kak.
LikeLike
Fosilnya masih utuh terawat di tempatnya, Rin☺.
LikeLike
pantai ropet gili iyang, perlu diexplore ni kak molly, btw dpt info lagi dri tulisan kak2 tentang explore maduranya ?
LikeLike
Pantai Ropet itu cantik, apalagi kalo bisa liat sunrise atau sunset di sana😀.
LikeLike
iya sunsetnya bagus ya kak ? ga sabar coba explore kesana
LikeLike
Asal udara cerah dan langit clear, semoga bisa dapet sunset/sunrise yang kece😀.
LikeLike
Ah yg dsayangi gak sempat ke titik nol oksigen nya y mbak. Karena habis hujan. Hehehe
Trus dgoa mahakarya ada coretan dinding 😢
LikeLike
Iya nih, belum puas eksplor Giliyang nya ya😀. Tapi aku ga kuat tanpa listrik itu siy. Hahahaha😂. Duh, sebel siy liat vandalisme begitu, mas. Miris😣.
LikeLiked by 1 person
Hehehe. Asli mbak belum puas y klo 1 hari di giliyang.. Biasa ny kalau di pulau begitu dia hanya malam saja sih mbak.. Miris banget deh mbak.. 😢
LikeLike
Sayangnya ke Giliyang jauh kalo dari Medan. Semisal deket aja, bisa eksplor sendiri pankapan. Ya kan, mas Fajrin😀.
LikeLike
Hahaha.. klo dekat mah besok jg langsung pergi mbak mol ke sana. 😂😂
LikeLike
Nanti bolak-balik ke sana capek juga, mas😂😂.
LikeLike
Hahaha.. y ksana ny klo lg butuh piknik aja mbak molly 😂😂
LikeLiked by 1 person
Akhirnya bisa BW ke blog kak molly lagi….
Kok bisa ya di sana kadar iksigennya tinggi? Apa karena letaknya atau karena tumbuhannya ya?
Btw…foto2 stalaktit n stalakmit di dalam guanya…kok mengingatkan sama kenangan masa kecil. Waktu kecil2 dulu keknya pernah liat di channel mana gitu liputan gua yg isinya batuan kek gitu. Apakah ini gua yg sama?😄
LikeLike
Kurang tau juga kenapa kadar oksigennya tinggi di sana. Tapi memang berasa fresh udaranya juga. Ngga ada kontaminasi asap kendaraan bermotor. Trus, biasanya yang suka bikin liputan kek gini channel NatGeo ya kan? Tapi keknya lokasinya beda, Wi. Hahahaha😂.
LikeLike
Apa beda nya kadar oksigen terbersih ama biasa aja ???? beneran kerasa kayak minum equail gitu kah ???
LikeLike
Bedanya kayak minum air mateng biasa sama Equil, kak. Plong banget di idung sampe tenggorokan. Hahaha😀. Ga tercemar siy udaranya.
LikeLike
aku pingin juga jalan – jalan ke pulau gilliyang ini …..
LikeLike
Monggo meluncur ke Giliyang☺
LikeLike
Enak banget ya kesana ma temen2… Plus bisa menghidup udara segar tanpa polusi macam di Jakarta 😀 Ternyata Madura juga punya pulau bagus buat dikunjungi… keren banget
LikeLike
Ke Giliyang serasa dapat udara segar gimanaaa gitu, mba. Ngga ada polusi samasekali😀.
LikeLike
Sampe sekarang aku masih amazed dengan kekayaan Indonesia. Nah, ini di Sumenep malah ditemukan fakta kalo Giliyang memiliki kadar oksigen tertinggi ke-2 di dunia, setelah Yordania. Thanks for share, Kak Molly :’)
LikeLiked by 1 person
Kekayaan alam Indonesia memang luar biasa ya, mba😀. Semoga Giliyang bisa seterkenal tempat-tempat lain.
LikeLike
Seru banget. Bapakku keturunan Madura tapi aku malah belum pernah kesana 🙂
LikeLike
Serius, mba?? Kalo gitu wajib judulnya nengok kampung halamannya bapak. Madura itu cantik!😀
LikeLike
Saya udah takut aja pas baca guanya banyak babi, eh ternyata sekarang udah enggak ya 😀 Abis dari gua lanjut ke pantai. Enak bisa naik boat juga 😀
LikeLike
Pengalaman perdana menyusuri gua begini, Nit. Dan seru juga… campur deg-degan😀.
LikeLike
cakepppp mbak.. suka sama yang digua, dindingnya berkarakter. terus di pulaunya juga cantik. apalagi kalau senja ya? hem…
LikeLike