Aku melawan rasa kantukku saat menyadari hari sudah pagi. Badan dan kaki yang pegal-pegal telah cukup beristirahat di atas kasur empuk hotel berbintang tiga. Dari jendela kamar hotel tampak langit yang berkabut tipis. Wajar saja sebab ini adalah pertengahan musim gugur, dimana udara akan terasa cukup sejuk di pagi hari dengan temperatur sekitar 18 derajat Celcius. Segera aku mematikan pendingin udara di kamar dan memilih untuk membuka jendela. Aku ingin menikmati udara pagi yang segar di kota Beijing.

Aku menyiapkan sarapan pagi untuk kami berdua di dalam kamar. Dengan berbekal sebungkus bubuk kopi Aceh yang kubawa dari Medan, akupun menyeduh secangkir kopi untuk suamiku dan membuat secangkir teh untuk diriku sendiri. Tak seperti kebanyakan hotel di dunia, hotel di China tak menyediakan kopi berbentuk sachet di dalam kamar. Agaknya kopi menjadi sesuatu yang tak umum dikonsumsi disini.
Akupun memasak nasi menggunakan mini rice cooker sebelum mandi. Selama traveling bersama suami, baru kali ini aku mau sedikit repot membawa persiapan makanan mengingat tak mudah mencari makanan halal di Beijing.
Ya daripada repot-repot mencari sarapan halal di sekitar hotel, mendingan mempersiapkan sendiri saja. Sebelum meninggalkan kamar hotel kami menyantap nasi hangat dengan lauk rendang sapi berikut sambal teri kacang hasil masakan mama.
Suasana pagi di sekitar Wangfujing tampak tak terlalu ramai. Terlihat beberapa buah sepeda melintas disana. Bus umum dan Metro (kereta subway) telah beroperasi sejak pagi.
Orang-orang yang hendak berangkat kerja maupun sekolah kelihatan berjalan tergopoh-gopoh. Kami berdua sih santai saja, toh ini kan liburan… hehehe. Kami berusaha menikmati setiap langkah kaki sambil sesekali memotret. Tujuan pagi ini adalah mengunjungi dua tempat yang sangat terkenal di Beijing.
Oya, bila kita akan menaiki Metro maka wajib melewati pemeriksaan tas dan barang bawaan lain dan memasukkannya ke dalam mesin X-ray. China termasuk ketat menerapkan sistem keamanan. Begitu pula saat kami membeli kartu Yikatong tempo hari, petugas meminta untuk menunjukkan kartu ID/paspor.


Tiananmen Square dan Forbidden City : Sebuah Peninggalan Sejarah Tiongkok
Menaiki Metro subway line 1 dan berhenti di stasiun Tiananmen Xi (East Tiananmen), saat keluar dari stasiun mungkin akan sedikit membingungkan harus berjalan ke arah mana.
Aku dan suami berjalan ke arah Utara di sebelah kanan dari pintu keluar stasiun. Kami mengikuti saja alur manusia yang berjalan menuju ke sebuah gerbang besar yang di depannya terdapat taman bunga dan air mancur. Walaupun saat itu bukan hari libur, namun pengunjung terlihat ramai sekali. Kamipun harus berjalan perlahan mengikuti antrian pemeriksaan X-ray oleh petugas.
Saat tiba di sebuah pelataran yang sangat luas terlihat bangunan berwarna merah bata menjulang tinggi. Tampak pula sebuah foto Chairman Mao berukuran raksasa di bangunan tersebut. Yeaaayy… kami telah tiba di Forbidden City! Sambil mengabadikan beberapa foto, aku dan suami sempat melihat atraksi air mancur yang menari-nari diiringi alunan musik khas. Pemandangan yang sangat indah.
Sebelum memasuki gerbang, suamiku tampak berbincang singkat dengan salah seorang pengunjung. Sepasang suami istri warga lokal lantas diajaknya untuk berfoto dengan kami berdua. Bahkan anak perempuan dari pasangan tadilah yang mengambil foto kami yang tengah memegang bendera China… hihihi.




Tiananmen (Gerbang Kedamaian Surgawi)
Gerbang Tiananmen adalah sebuah gerbang yang akan kita lewati bila ingin memasuki area Forbidden City. Awalnya aku sempat bingung, mengapa harus melalui gerbang ini dulu untuk mencapai Forbidden City? Ternyata ini adalah gerbang pemisah antara Tiananmen Tower dan Tiananmen Square yang merupakan lapangan luas dan berada di seberang gerbang tersebut. Karena arus pengunjung menuju kesana maka kamipun ikut saja.

Gerbang yang menjadi titik awal bagi para kaisar untuk memberi persembahan dalam perjalanan menuju ke Temple of Heaven (tradisi perayaan tahun baru) ini telah berdiri sejak tahun 1417 dan direstorasi pada tahun 1651 setelah pemberontak membakarnya habis. Dari atas gerbang ini Mao memproklamirkan berdirinya Republik Rakyat China yang disaksikan oleh 300.000 penduduk pada tanggal 1 Oktober 1949. Kini potret besar Mao menghiasi gerbang Tiananmen.


Tujuan pertama kami adalah menuju ke Tiananmen Tower. Untuk itu kami harus membeli tiket masuk terlebih dahulu di sebuah loket. Tiket masuknya seharga CNY 15/orang. Sedangkan bila ingin berkunjung ke Tiananmen Square saja tak perlu membayar apa-apa alias gratis. Tiananmen Square dikelilingi oleh beberapa tempat menarik yakni Tiananmen Tower, Monument to People`s Heroes, Great Hall of The People, Memorial Hall of Chairman Mao, dan National Museum of China.



Peraturan lainnya adalah pengunjung harus menitipkan seluruh barang bawaannya (tas berikut isinya) di sebuah tempat penyimpanan khusus sebelum menaiki Tiananmen Tower. Pantas saja tampak antrian cukup panjang menuju tempat penitipan tas. Kami berdua juga menitipkan backpack dan hanya membawa beberapa barang penting seperti dompet, smartphone dan kamera. Selama berada dalam antrian aku melihat serombongan wanita berpakaian unik dan khas ikut mengantri. Entah dari daerah mana mereka berasal.


Setelah menitipkan barang-barang dan kembali harus melewati pemeriksaan X-ray, kamipun menaiki anak tangga menuju Tiananmen Tower. Oh ya, sewaktu pemeriksaan oleh petugas, suamiku sempat lupa meninggalkan mancis dalam backpack-nya hingga masih berada di dalam kantong celananya. Akhirnya sang mancis pun ikut disita oleh petugas… hahaha. Ah… nasib!
Aku lebih ajaib lagi, seorang petugas pria sempat hampir memeriksaku hingga ke badan gara-gara awalnya aku dikiranya laki-laki ! Huufftt.. untung aja pas dengar suaraku si petugas sempat terpana dan akhirnya membiarkanku masuk ke dalam. Yaelaaaa Mas… masa kagak bisa bedain mana cowo mana cewe sih? Huhuhuhu…

Di Tiananmen Tower ada sebuah ruangan yang tak terlalu besar berisikan beberapa peninggalan sejarah serta kursi tamu. Sayangnya pengunjung tak diizinkan untuk mengambil foto di dalamnya. Tapi dasar bandel yah… tetap aja ada pengunjung yang curi-curi berfoto disana hingga sang petugas tak henti-hentinya memberi peringatan keras.



Tiba di Tiananmen Tower kita disuguhi oleh pemandangan dari dua sisi. Sisi depan terlihat Lapangan Tiananmen yang tersohor. Lapangan ini dibangun pada tahun 1959 dan menjadi saksi atas pembantaian para mahasiswa oleh tentara yang mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia ketika berdemonstrasi di tahun 1989 lalu saat China masih tertutup.
Pada waktu itu pemerintah China menggunakan kekerasan untuk membubarkan massa yang berdemonstrasi dan menggilasnya dengan kendaraan tank. Hiiiiii… masih ingat kan dengan peristiwa itu? Namun kini tak ada tanda-tanda bahwa disana pernah terjadi sebuah peristiwa berdarah.


Di sisi lainnya tepat di belakang bangunan, kita akan menyaksikan pemandangan seperti foto dibawah ini. Tampak pengunjung berduyun-duyun memasuki gerbang untuk selanjutnya menuju ke Forbidden City. Jadi, Tiananmen Tower adalah pemisah antara Forbidden City dengan Tiananmen Square.

Usai melihat-lihat dari tower, kamipun turun dan kembali mengambil barang bawaan sebelum memasuki Forbidden City. Lagi-lagi aku sempat memperhatikan beberapa tingkah laku pengunjung disana. Sambil duduk di sebuah tembok di bawah pohon dan minum sebotol air mineral, di depanku terlihat sebuah keluarga sedang asyik duduk beralaskan koran sambil menikmati makanan yang mereka bawa dari rumah.
Ternyata penduduk di China punya kebiasaan membawa bekal makanan dan minuman dari rumah, dan biasanya mereka membawa buah-buahan segar. Pantas saja aku jarang melihat mereka membeli jajanan yang dijual di tempat wisata.

Sebelum mencapai Forbidden City kita masih harus melewati dua gerbang lagi. Forbidden City kini dikenal juga dengan nama Palace Museum (Gugong) yang artinya Istana Kerajaan.
Forbidden City menjadi tempat yang sangat tertutup pada zaman dahulu. Hingga kinipun sebagian besar diantaranya belum bisa diakses untuk umum. Beberapa bagian merupakan tempat tinggal khusus bagi mereka yang tinggal di istana.
Di balik dinding setinggi lebih dari 10 meter yang di kelilingi parit sepanjang 50 meter, kehidupan di dalam istana tampak terikat oleh peraturan-peraturan khusus. Bahkan rakyat jelata dilarang untuk memasukinya. Tetapi kini pengunjung dari seluruh dunia bisa mengakses peninggalan sejarah budaya China yang luar biasa ini.

Tibalah kami berdua di depan Gerbang Meridian (Wumen) dari Forbidden City. Wuiihh… capek juga loh berjalan dari gerbang Tiananmen hingga kesini. Gerbang ini dibangun untuk menjaga pintu masuk menuju Kota Terlarang. Di sisi kanannya terdapat loket penjualan tiket masuk yang harganya bervariasi sesuai musim (CNY 40/orang di bulan November-Maret atau CNY 60/orang di bulan April-Oktober). Jam buka adalah 08.30 – 16.30 (November-Maret) atau 08.30 – 17.00 (April-Oktober).
Forbidden City memang sangat luas dan terdiri dari bangunan-bangunan yang mempunyai fungsi berbeda. Ia merupakan istana kekaisaran bagi 24 kaisar selama Dinasti Qing dan Ming. Untuk bisa menikmati Forbidden City memerlukan waktu setengah hari saking luasnya! Luas seluruh areanya sekitar 74 hektar dan terdapat lebih dari 8400 ruangan. Di dalam Forbidden City terdapat berbagai istana dan paviliun kecil yang kebanyakan dibuka sebagai galeri dan museum.



Mengingat waktu kami yang tak terlalu banyak untuk bisa menjelajahi tempat ini, akhirnya kami memilih untuk mengitari sebagian kecil tembok yang dikelilingi oleh parit yang cukup besar. Tampak sepasang petugas berjalan mondar-mandir sambil patroli di sepanjang sisi tembok.

Karena terasa lapar, aku membeli sebuah jagung rebus dan duduk menikmatinya di pinggir parit besar tadi. Butiran jagung rebus ini terasa agak lengket di tangan bila dibandingkan dengan jagung rebus di Indonesia. Sialnya sewaktu aku menawar harga jagung tadi, si penjual tetap keukeh dengan harga CNY 5/potong. Aiiiiihh nek… ini adalah jagung rebus termahal yang pernah aku makan ! Ya sudahlah… Tapi yang bikin keki tak lama usai membeli jagung tadi, tiba-tiba suamiku senyum-senyum sambil melihat ke arahku yang sedang mengunyah.
“Mol, kita kena scam kecil… tadi kan jagungnya 5 Yuan sepotong, eh barusan ada orang China yang beli juga tapi 5 Yuan dapat 2 jagung” kata suamiku.
“Hah?? Sialan iih… beli jagung aja pun ditipu gara-gara tampang turis kayak gini” jawabku sambil manyun.


Aku yang sedikit kelelahan memutuskan untuk duduk sebentar di tepi parit sementara suamiku terus berjalan lurus entah kemana. Di tempat ini beberapa orang juga sedang beristirahat. Setelah 30 menit berlalu, suamiku kembali sembari menunjukkan beberapa hasil fotonya di kamera. Lalu kami berdua berjalan ke arah luar dari Forbidden City.
Saat melihat papan penunjuk arah di dekat pintu keluar, ternyata kami bisa kembali ke area Wangfujing dengan berjalan kaki sejauh satu kilometer lebih. Di sepanjang jalan menuju Wangfujing tampak deretan toko-toko penjual cinderamata. Aku dan suami sempat mampir di salah satu toko untuk membeli aksesoris seperti kalung dan gelang. Lalu kami melanjutkan perjalanan hingga tiba di dekat hotel tempat kami menginap.

Dari Wangfujing -> Tiananmen Square/Forbidden City
Metro line 1 turun di stasiun Tian`anmen East (Tian`anmen Xi).
Mampir Sejenak di Qianmen Street
Usai mengistirahatkan kaki sejenak di hotel sambil mencari makan siang, perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Qianmen Street. Sebenarnya tempat ini berada tak jauh dari Forbidden City, namun karena kaki sudah terasa pegal maka kami memutuskan balik dulu ke hotel sebentar sebelum ke Qianmen Street menggunakan Metro.
Qianmen street mirip dengan Wangfujing, merupakan pusat perbelanjaan yang dikhususkan bagi pedestrian. Tepat di seberangnya terlihat menara panah Qianmen yang memiliki banyak lubang-lubang jendela untuk memanah. Pada malam hari bangunan ini tampak indah berhiaskan lampu-lampu.



Pusat perbelanjaan di Qianmen sendiri ditandai oleh sebuah gapura berhiaskan ornamen khas China. Disini juga terdapat sebuah trem (disebut Dangdang Che) yang bisa dinaiki bila ingin melihat-lihat dan membayar CNY 20/orang.
Aku jadi teringat dengan trem yang ada di Taksim Square kota Istanbul di Turki. Rasanya waktu itu ingin sekali mencoba naik trem di Taksim Square namun tak sempat karena waktu yang sangat terbatas oleh padatnya jadwal tour. Dan kali ini kami juga kurang beruntung sebab hari sudah malam dan trem tersebut tak beroperasi lagi *hiks hiks*.
Baca juga : Turki yang Menakjubkan (Bagian 7 – Habis)


Bila kita memasuki area perbelanjaannya, di sisi kanan dan kiri terdapat toko-toko yang berderet memanjang dan tertata rapi. Suasana tradisional China terasa di tempat ini bila dibandingkan dengan area Wangfujing. Diantara toko-toko tersebut terdapat beberapa gang kecil yang dikenal dengan sebutan Hutong. Di sana banyak terdapat penjual jajanan dan restoran China.



Pusat perbelanjaan ini menawarkan banyak sekali pilihan barang, mulai dari yang tradisional dan bermerek lokal, hingga merek-merek internasional seperti Sephora, ZARA dan lain-lain. Bagi yang menyukai kegiatan belanja pasti tak akan melewatkan untuk berkunjung ke Qianmen Street.
Sejujurnya, karena efek lelah aku tak begitu menikmati suasana di tempat ini. Kamipun memutuskan untuk kembali saja ke hotel usai berkeliling. Saat menyeberang jalan menuju stasiun subway, tak sadar sepertinya aku menjatuhkan sesuatu di tengah jalan. Benar saja, aku langsung merogoh kantong celana panjangku dan tak menemukan kartu Yikatong milikku ! Hwoaaaa… berarti saat buru-buru menyeberang tadi aku menjatuhkan kartu Yikatong tepat di tengah jalan.
Ketika kami kembali lagi untuk mengambilnya, kartu itu sudah lenyap. Padahal aku baru saja me-reload isinya sebanyak CNY 20 di stasiun sebelumnya. Terpaksa deh aku membeli lagi kartu itu di stasiun subway Qianmen sesaat sebelum menaiki Metro. Itu yang namanya belum rezeki.
Sesampainya di Wangfujing, kami menikmati makan malam di sebuah kedai makan muslim tak jauh dari hotel tempat menginap. Sepertinya malam ini harus betul-betul beristirahat sebab besok pagi kami akan menuju ke tempat indah lainnya yang sedikit berada jauh dari kota Beijing.
Dari Wangfujing -> Qianmen Street
Metro line 1 turun di stasiun Jianguomen, pindah ke line 2 dan turun di stasiun Qianmen, keluar di Exit B atau C, lalu berjalan sekitar 5 menit ke arah kanan dari pintu keluar subway.
Baca sebelumnya : Wangfujing : Surga Belanja dan Kuliner di Beijing
*Foto-foto ini diambil menggunakan smartphone Samsung Galaxy S6, dan kamera mirrorless Fujifilm X-M1 (di-resize)
aku ke beijing 2012 lalu, sempet hampir gagal krn trenyata aku sdg hamil 1 bulan.. tapi krn mikirnya traveling segalanya, dan ga mau rugi ama tiket, ttp keukeuh pergi :D. cm jd ga enak, krn kondisi ga gt fit.. untungnya saat itu winter, jd mual2 ga berasa krn dingin :D.. kalo panas mungkin aku ga bakal kuat mba.. kgn jg ama Beijing ih…
LikeLike
Hihihi… waduh nekat juga hamil muda tetep traveling ya mba 😉. Tapi ya juga siy kalo udah terlanjur beli tiket kan sayang juga. Untungnya gak kenapa-kenapa sama si baby yah, pake mual-mual ga tuh mba? Beijing memang ngangenin, tapi aku lebih kangen sama Xi’an… hihihi 😀.
LikeLike
keliling keliling forbidden city bisa buat gempor kaki juga ya kayaknya
berapaan tu kak jagung nya kalau di rupiahkan? 😀
LikeLike
Asleeee bikin gempor kaki Win 😣. Tapi ya dinikmati ajalah capeknya itu hehehe… itung-itung gedein betis hahaha 😀. Harga jagungnya sekitar IDR 11.000 sepotong… curang yang jualan, harusnya segitu bisa dapet 2 loh 😣.
LikeLike
wahhhm,,,,,, luas banget y kak tempat wisata nya,,, china emang luar biasa,, kalau awak keliling disana lumyan pegal juga ni kaki, 🙂
LikeLike
Luasnya minta ampuuun… kalo mau dijelajahi bisa gempor kaki karena kemana-mana kudu jalan 😀. Tapi Forbidden City ini memang luar biasa… destinasi wajib kalau ke Beijing.. hehehe.
LikeLike
kok kayak lokasi film-film china gitu ya kak? cantik 🙂
besok-besok rambutnya di kasih kep pink-pink gitu kak biar ga disangka cowok lagi….*kabuuur
LikeLike
Forbidden City kan memang pernah jadi lokasi pembuatan film Tha Last Emperor Yah… yang cerita tentang Puyi kaisar terakhir China. Coba ntar nonton dvd nya deh 😀. Trus biar aku ga dikira cowo lagi keknya harus pakek anting segede gaban campur kep warn warni gitu kan ya… huhuhu… langsung mirip lenong 😂😂
LikeLike
Great info untuk yang mau ke forbidden city.. Btw itu awkward juga ya, minum kopi aceh di china dari medan hihihii.. Btw gak ada GFC ya makk.. Biar bisa saling follow2an gfc gituu
LikeLike
Hihi.. iya mak… thanks 😉. Memang kagok siy minum kopi lokal di china.. tapi secara suaah nyari kopi dan mahaaaaal pula, ya sudah mendingan bawa sendiri 😊 *irit. Google Friend Connect ya mak? Belum ada nih.. apa aku bikin dulu kali ya biar kita bisa saling memfollow 😊.
LikeLike
Wiiih tempatnya amazing, ya? 😀 Berharap bisa ke sini juga.
LikeLike
Bangeeett mba 😀. Luar biasa memang tempatnya, kok bisa yah segede dan seunik itu. Beijing recommended mba… asal siap-siap capek jalan kaki yang jauuuh kemana-mana karena tempat wisatanya rata-rata luas banget 😊.
Thanks udah mampir ke blog ku ya mba…
LikeLike
waaahhh.. asiknya bisa ke forbidden city.. keknya kalo ke sana waktunya harus panjang ya, biar bisa liat semuanya.. baru aja beberapa waktu lalu nonton the last emperor, gak kebayang deh luas tempatnya seperti apa.. yang jelas pasti bikin pegel kaki 🙂
LikeLike
Bener deh… kalo ke Forbidden City idealnya seharian biar puas, tapi siap-siap kaki gempor mba.. hihi. Film itu memang syutingnya disana, jadi kita bisa ngebayangin juga suasananya kayak apa. Karena keterbatasan waktu, aku cuma muterin temboknya aja dari luar, soalnya kalo udah masuk khawatir ribet nyari pintu keluarnya😀.
LikeLike