Thailand — Berbicara tentang Bangkok tentu tak melulu soal kemegahan kota besar, pusat belanja, maupun sentra kuliner nikmat. Dalam perjalanan ke Thailand kali ini, aku menemukan sisi menarik lain dari kota Bangkok.


Siang itu bus pariwisata yang kami tumpangi berhenti tepat di area shopping mall. Rombongan diberi keleluasaan untuk menjelajah di sekitar area perbelanjaan. Aku dan Mita telah sepakat untuk mampir ke Jim Thompson House & Museum yang berada tak jauh dari situ.
Perjalanan menuju lokasi dibimbing penuh oleh aplikasi Google Maps yang ada di smartphone. Posisinya yang terletak di seberang jalan mengharuskan kami untuk naik ke atas jembatan penyeberangan terlebih dulu. Dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan kecil, tak jauh dari mall MBK.
Walau jalan ini tampak seperti jalan pintas namun kendaraan roda empat bisa masuk hingga ke dalam. Terbukti beberapa kali kami berpapasan dengan mobil yang melintas.
Setelah berjalan kaki sekian ratus meter, bangunan dengan dominasi kayu mulai terlihat di sisi kiri jalan. Sebuah plang nama membuat kami tak ragu lagi untuk memasukinya.

Sesaat usai masuk ke dalam terlihat antrian untuk membeli tiket masuk. Akupun mulai ikut mengantri. Sewaktu akan membeli tiket, petugas menjelaskan bahwa pengunjung dalam kelompok kecil akan dibawa berkeliling didampingi oleh seorang guide.
Tersedia guide yang mampu berbahasa Inggris, Jepang, Perancis, dan Thailand. Well, sebetulnya aku kurang nyaman bila harus didampingi begitu, namun tak ada pilihan selain mengikuti saja.

Seorang wanita Thailand muda bertugas mendampingi tour kali ini. Sejauh mata memandang, tak satupun wajah Asia yang tampak. Boro-boro orang Indonesia nih, pikirku. Pengunjung museum bisa dipastikan 90% adalah orang-orang asing berkulit putih. Kecintaan dan rasa ingin tahu akan sejarah membuat kemanapun mereka pergi tak pernah absen mengunjungi museum lokal yang ada. Salut!
Ada beberapa aturan yang harus diperhatikan. Selama aktifitas tour tidak diizinkan untuk membawa tas dan memotret di dalam rumah. Maka dari itu semua pengunjung harus menyimpan barang-barangnya di dalam sebuh loker dan diberi kunci masing-masing. Bahkan alas kaki juga wajib dilepas.
Kompleks bangunan tertutup dengan taman-taman indah itu adalah kediaman milik Jim Thompson, yakni seorang warga Amerika yang lahir di Greenville, Delaware, pada tahun 1906. Setidaknya ada enam rumah kayu jati tradisional Thailand yang diangkut dari Ayutthaya dan komunitas Ban Krua Bangkok.

Jim Thompson dahulu adalah seorang arsitek yang kemudian mengajukan diri bertugas di Angkatan Darat Amerika Serikat. Ia pernah dikirim ke Asia hingga ditugaskan di Bangkok sebagai perwira militer. Karena kecintaannya pada Thailand, usai habis masa tugasnya di tahun 1946 iapun memutuskan untuk kembali dan menetap selamanya.
Bila diperhatikan, bangunan rumah miliknya sekilas mirip dengan kediaman Tjong A Fie di Medan. Dinding luarnya bercat merah yang merupakan bahan pengawet yang sering ditemukan di banyak bangunan tua di Thailand. Jendela-jendela yang besar membuat sirkulasi udara lancar dan tidak pengap saat berada di lantai dua dari bangunan ini.

Koleksi benda antiknya berjumlah sekitar 1600 buah yang terdiri dari lukisan, keramik, patung, dan furniture. Seluruhnya tersusun rapi dalam ruangan. Patung-patungnya kebanyakan berasa dari Asia Tenggara seperti Kamboja dan Thailand. Terdapat pula beberapa koleksi antik perabotan Thailand-Cina seperti meja altar, lemari dan tempat tidur.
Aku sangat terkesan akan kisahnya yang menghidupkan kembali kerajinan tenun sutera dan industri rumahan yang lama terbengkalai. Ia berkontribusi pada pertumbuhan industri serta pengakuan dunia yang diberikan pada sutera Thailand. Wow, pantas saja sebelum mengikuti tour ini para pengunjung bisa menyaksikan langsung seperti apa kira-kira proses pemintalan benang tersebut.


Pada tahun 1959 Jim Thompson pindah dan memberikan izin agar rumahnya dibuka bagi khalayak umum. Hal ini dilakukannya sebagai dana sumbangan untuk badan amal Thailand dan pelestarian budayanya.
Tragisnya, ia dinyatakan hilang saat berkunjung ke dataran tinggi Cameron, Malaysia. Tak ada satu petunjukpun yang bisa menjelaskan perihal hilangnya Jim Thompson secara misterius. Walaupun begitu, rumah tersebut tetap menjadi pengingat akan kecintaannya terhadap Thailand.
Bagi yang menyukai sejarah, sepertinya tempat ini tak boleh dilewatkan saat berkunjung ke Bangkok. Hal lain yang membuatku terkesan adalah kondisi rumah yang masih sangat terjaga hingga kini. Menariknya, letak rumah tersebut berdampingan dengan sungai dan tepat diseberangnya terdapat pemukiman muslim sederhana.
Jim Thompson House & Museum
6 Soi Kasemsan 2, Rama 1 Road, Bangkok (seberang National Stadium)
Buka : jam 09.00 – 18.00 setiap hari
Tiket masuk : THB 150 (umum), THB 100 (pelajar berusia di bawah 22 tahun)
Cara menuju ke sana : BTS National Stadium, ambil exit 1, belok kanan ke Soi Kasemsan 2. Lanjutkan berjalan kaki.
Singgah di Or Tor Kor Market
Perjalanan pada hari terakhir kami di Bangkok terhenti di sebuah pasar bernama Or Tor Kor Market. Mulanya aku merasa aneh saat tempat itu masuk dalam itinerary perjalanan. Apa keistimewaannya, ya?
Pasar modern ini ternyata menyandang gelar World`s 4th Best Fresh Market versi CNN Travel. Surprise banget, kan? Produk-produk yang terdapat di sana merupakan produk terbaik yang ada di Thailand. Aneka sayuran segar, sederet buah-buahan yang memikat, berbagai jenis hidangan laut, dan daging pilihan akan memuaskan hasrat belanja bahan makanan.


Melihat beragam varietas buah di sana kontan membuatku ingin membeli. Namun karena memikirkan bakal kerepotan jika dibawa, aku mengurungkan niat. Lagipula ada aturan khusus dari segi jumlah dan timbangan bila membawa buah-buahan ke luar Thailand.
Bagi penyuka buah durian pasti takkan melewatkan untuk mencicipi durian Thailand yang terkenal. Ada jenis Monthong yang sangat populer. Namun jenis yang paling enak adalah Kan Yao, yakni durian bertangkai panjang, memiliki warna buah yang lebih kuning dengan tekstur creamy serta beraroma harum.

Selain itu, di pasar tersedia aneka bumbu masak dalam kemasan. Aku langsung membeli beberapa bungkus bumbu Tom Yum asli kegemaranku. Pilihan untuk membawa bahan kering tentu samasekali tidak merepotkan.


Bila kaki lelah berkeliling dan perut terasa lapar, ada sebuah mini foodcourt yang berada di tengah pasar. Namun bagi yang muslim tentu harus berhati-hati bila ingin membeli makanan di sana.
Mengingat pasar tersebut kini telah berkembang menjadi pasar modern kelas atas, tentu dari segi harga akan sedikit lebih tinggi daripada di tempat lain. Namun pembeli takkan kecewa karena kualitasnya adalah yang terbaik dibandingkan tempat sejenis.
Berkunjung ke Or Tor Kor Market punya keseruan tersendiri. Pengunjung akan mendapatkan pengalaman berbelanja yang nyaman karena pasar tersebut sangat terjaga kerapihan dan kebersihannya. Areanya juga terbagi dengan baik sehingga tak menyulitkan pembeli untuk mencari sesuatu. Suasana belanja mirip supermarket terbuka tentu membuat pembeli betah berlama-lama disana.
Or Tor Kor Market
Kamphaengphet Road (seberang Chatuchak Weekend Market)
Buka : jam 06.00 – 20.00 (setiap hari)
Cara menuju ke sana : MRT Subway ke Kamphaeng Phet Station, exit no 3. Lalu berjalan menaiki tangga dan menyeberangi tempat parkir.
Kembali ke Jakarta
Usai dari Or Tor Kor Market, bus melaju kencang menuju bandara Don Mueang. Tak terasa sudah 4 hari 3 malam kami berada di Thailand. Ada perasaan sedih ketika koper satu-persatu masuk ke tempat pengumpulan bagasi pesawat. Kebersamaan dengan teman-teman baru yang menyenangkan ini sebentar lagi harus berakhir.

Penerbangan malam menuju Jakarta membuat sebagian kami memilih untuk memejamkan mata. Sebagian lagi masih tampak asik mengobrol. Aku yang merasa lapar langsung memesan makanan di dalam pesawat. Toh saat mendarat di Jakarta nanti sudah tengah malam dan tentu sulit mencari makanan di sekitar bandara. Aku membayar pesanan makanan tadi menggunakan sisa uang Baht bercampur dengan Rupiah. Untung mas pramugaranya mau terima. Hehehe.
Sekitar pukul 12.30 tengah malam pesawat akhirnya mendarat mulus di bandara Soekarno Hatta. Usai berpamitan dan mengambil koper, aku menumpang taksi menuju POP! Hotels Airport Jakarta yang telah kupesan sebelumnya lewat OTA. Sengaja aku memilih untuk menginap di hotel dekat bandara sebab esok hari aku akan kembali terbang pulang ke Medan.
Masuk hotel sendirian pada tengah malam begini sebetulnya lumayan bikin deg-degan. Tapi badan rasanya udah letih dan pingin segera istirahat. Ruang tidur mungil dengan kamar mandi mirip kapsul pesawat tak lagi menjadi penting. Aku cuma pingin buru-buru mandi dan merebahkan diri di atas kasur.

Akhirnya Pulang ke Medan!
Keesokan paginya aku bangun sedikit terlambat. Gimana ngga telat, tidurnya aja udah jam 1.30 malam dan susah untuk langsung nyenyak. Aku bergegas mandi dan beberes sebelum sarapan pagi di lantai bawah.

Keuntungan menginap di hotel dekat bandara adalah tersedianya shuttle gratis setiap jam ke Soekarno Hatta. Aku tinggal mencocokkan dengan jadwal penerbanganku saja. Praktis sekali kan, apalagi aku menginap seorang diri dengan membawa satu buah koper berukuran sedang beserta backpack. Dan itu membuatku terhindar dari kerepotan.
Setibanya di bandara aku masih harus berjuang untuk check in di tengah padatnya calon penumpang yang antri di semua jalur. Entah kenapa pada hari itu check-in counter tampak penuh sesak hingga untuk bergeserpun sulit.
Setelah berhasil mendapatkan boarding pass, aku melangkahkan kaki masuk ke sebuah kafe untuk makan siang. Untuk sekedar mengantisipasi sekiranya pesawat delay. Benar saja, penerbanganku tertunda selama 1 jam! Dan nyaris sore hari aku baru tiba di Medan. Huft!
***
Perjalanan ke Bangkok dan Hua Hin ini sangat menyenangkan dan penuh kesan. Aku lagi-lagi punya kesempatan mengenal teman baru dan berlibur bersama. Satu lagi pengalaman menarik berhasil aku kantongi. Alhamdulillah, ya Allah. Semoga masih ada perjalanan-perjalanan manis berikutnya yang akan memperkaya wawasan serta menambah daftar pencapaianku dari ngeblog. Aamiin.
Terima kasih Yukmakan.com dan Wisata Thailand untuk hadiah jalan-jalannya yang berkesan. Sampai ketemu lagi, guys!

Baca sebelumnya : Menikmati Cantiknya Wat Traimit Wittayaram dan Wat Arun, Bangkok
Untuk pertama kalinya juga, saat ke Takengon aku diinapkan di hotel bandara sama pengundang. Bener, fasilitas antar jemput gratis itu bermanfaat banget 😀 waktu itu jam 2:30 pagi aku udah cus ke bandara hehe.
Durian monthongnya menggoda! dan itu Jim Thompson gak masuk dalam “radar”ku saat pertama kali ke Bangkok. Suka bentuk rumahnya yang tradisional 🙂
LikeLike
Bener kak Yan, nginep sekitar bandara bisa menghemat waktu sekaligus praktis. Apalagi yang ada shuttle gratisnya😀. Aku juga ga sengaja nemu museum itu, karena capek juga kalo belanja-belanja terus. Hahahaha😂. Akhirnya inisiatif sendiri memanfaatkan waktu buat mampir ke museum di tengah padatnya jadwal tur😀.
LikeLike
Ah asyik banget Mbak suasana disana. Rumah tradisional nya itu lho Mbak.. Ah masih tentang Thailand
LikeLike
Aku kebetulan suka sama yang berbau heritage gitu, mas. Terutama kalo pas jalan-jalan ke luar kota. Ini postingan terakhir tentang Thailand. Kalo bikin mupeng, kuy pesen tiketnya. Hihi😀.
LikeLiked by 1 person
Aduh Mbak kalau kesana aku harus membuat paspor dulu dan nabung duluk.
Tapi keren lho Mbak Molly
LikeLike
Pasti dong mas. Ditunggu paspornya, ya😀
LikeLike
Doakan saja ya Mbak Molly.. hehehe
LikeLike
Aamiin😊😊
LikeLike
wah asyiknya bisa berlanglang buana ke sana
LikeLike
Jalan-jalannya asik memang, banyak dapet pengalaman☺
LikeLike
Jim thompson sbnr ya aku udh tau, tp wkt itu krn keterbatasan wkt aku ga kesana.. Dan lebih milih museum forensic di siriraj yg lebih horor barang2 displaynya. Hahahaha.. Aku memang lbh seneng ke museum2 yg punya sejarah kelam ato yg extreme begitu mba :).. Tapi kita sama, ga nyaman kalo ke museum itu pake guide segala.. Aku lbh seneng kalo museumnya punya audio guide aja.. Jd kita dengerin sendiri, drpd hrs ngikutin dan dengeri guidenya..
Utk pasarnya aku br tau nih mba. Lgs aku screenshot supaya pas thn dpn mau k bangkok ama temen2, aku bisa dtgin.. Mndingan ke pasar modern gini drpd yg panas2an 🙂 dan aku pengeeen bgttt nyobain monthongnyaaaa 😀
LikeLike
Bener mba, enakan pakai audio guide aja. Jadi kitanya bebas mau eksplor sendiri. Tapi memang beberapa tempat wisata mensyaratkan gitu, ya. Bagus siy buat pengetahuan. Untuk Or Tor Kor Market aku rekomendasi banget deh. Ditanggung gemes liat sayur dan buahnya! Rapih dan apik juga cara mereka mengemas beberapa produk makanan.
LikeLike
Uuu belum pernah ke bangkok 😦 maen-maennya cuma di bawa sampe phattaya dulu kak. nanti kalau ada rejeki lagi minta di ajak kemari sama mamak sama ayah lah 😀
LikeLike
Ajak mamak sama ayah ke Bangkok, Yah. Nanti mampir ke Hua Hin juga kalo waktunya banyak😀. Pattaya enak juga cuma udah terlalu rame, sementara Hua Hin masih relatif enak buat didatengin.
LikeLike
Liat orang mintal benangnya sepintas keingat Abang-abang yang jual kerak telor di Jakarta lo Kak Mol, entah kenapa agak-agak mirip menurut Nikmal 😀
LikeLike
Hahahaha… Nikmal ada-ada aja, ya😂. Apa karena gaya duduknya?
LikeLike
Durian monthongnya bikin ngiler yaa pasti rasanya enak bangets 🙂
LikeLike
Manisnya poll. Wajib dicoba☺
LikeLike
Itu pemintalan benangnya diapain lagi sih mbak prosesnya. Tuh cowok duduk aja bengong :p
Aku dulu inep di pop hotel lampung. Interiornya unyu apalagi kamar mandi haha
LikeLike
Aku juga ga perhatiin banget proses pemintalannya, koh. Keknya cowo itu juga bingung mau ngapain lagi😂. POP! Hotel Lampung mungkin lebih gede ukuran hotelnya ya. Jadinya lengkap & interiornya gemesin. Kamar mandinya kapsulan juga gak?😀
LikeLike
Bangkok seperti Indonesia banget ya mbak, orangnya juga lingkungannya, hijau, kecuali pas ada tulisan Thailandnya, keliatan deh
LikeLike
Iya mba Ev, apalagi dimana-mana banyak wajah-wajah orang Indonesia dengan kantongan belanja seabrek😂. Langsung berasa kayak di Tanah Abang, deh. Hihi😀. Tapi aku suka Thailand, terutama makanannya.
LikeLike
Selera sama Durian Monthong nya padahal ga terlalu suka Durian, kalau dibuat pancake enak itu kayaknya xD
LikeLike
Sama, Win. Akupun ga terlalu doyan durian. Tapi kalo udah diolah jadi makanan, masih mau icip😉
LikeLike